Medali Debat, Oleh: Dahlan Iskan

Minggu 17 Nov 2024 - 22:02 WIB
Reporter : Gale
Editor : Radian

Orang tua dari negara mana pun terlihat sama. Membiarkan anak cucu mereka independen. Bergaul sesama remaja. Tidak ada anak di situ yang terlihat terus menggelayut di tangan ibu bapaknya. Kami pun, para orang tua, ngrumpi sendiri. Termasuk ayah dan ibunya si Ndet yang saya pasti mengenalnya. 

Dari ngrumpi itulah saya baru tahu bagaimana si wanita Congo pintar berbahasa Mandarin. Lebih lancar dari saya. Juga dibanding umumnya ibu-ibu Tionghoa Indonesia yang ikut ngrumpi di situ. 

Nama wanita Congo itu: Jennifer Masika. Meski lahir di Kinsasa, Congo, kuliahnya di Guangzhou. Jurusan computer science. 

Di Guangzhou pula dia bertemu mahasiswa asal Tanzania. Muslim. Mereka kawin. Tanpa saling ganggu keyakinan. "Putri saya itu muslim," katanyi sambil menunjuk Adeline. 

Waktu remaja, setamat SMP di Congo, Jennifer dibawa ayahnyi ke Jakarta. Sang ayah pengusaha. Pedagang. Di Jakarta sang ayah kulakan batik. Dijual di Afrika. 

"Orang Afrika suka batik," kata Jennifer. Jennifer dan suami juga sering tinggal di Indonesia. "Suami saya itu seperti tinggal di tiga negara: Tanzania, Indonesia, dan Tiongkok. Jennifer melahirkan Adeline di Jakarta. 

Adeline dan Ally sebenarnya ingin punya grup debat sendiri. Sesama remaja Jakarta. Tapi salah satu anggotanya tidak bisa berangkat. Mereka harus cari satu anggota baru. 

Di lain pihak si Ndet juga ingin mengulangi sukses tahun lalu. Tapi dua anggotanya, Janette Eve Stefanus (Surabaya) dan ⁠Wesley Huang (Kanada) tidak bisa berangkat. Ndet harus cari dua pengganti. 

Tumbu ketemu tutup. Mereka bertiga bergabung menjadi satu tim baru. Janjian bertemu di lokasi kompetisi. Remaja bisa cari jalannya sendiri. 

Apakah ayah Jennifer masih sering ke Jakarta? 

"Ayah saya kini menetap di Congo. Urus kebun kopi," katanyi. Itu karena kakeknyi sudah tua. Umurnya sudah 96 tahun. Masih sehat. Hanya saja harus ada penerus yang urus kebun kopinya. 

Ayah Jennifer-lah yang meneruskan jaga kebun kopi. "Luas sekali," katanyi. "Kopinya jenis Arabika," tambahnyi. 

Sebenarnya saya tidak ikut mengantarkan Ndet ke Yale. Kebetulan saja saya lagi di New York. Akan ada acara di Hartford, kota terbesar di Connecticut. Jarak New York ke New Haven hanya dua jam. Dari New Haven ke Hartford satu jam. 

Apa salahnya mampir ke Yale University. Sekalian melihat kampus yang begitu terkenal dan begitu indah. Menlu Indonesia tahun 1974, Prof Dr Mochtar Kusumaatmaja, lulus S-2 (hukum) di situ. 

Total mahasiswa Yale "hanya" 12.000 orang. Jumlah mahasiswa S-1-nya sama banyak dengan mahasiswa S-2/S-3. Berapa rasio doktor dan mahasiswanya? 

Kalau Anda tebak 1:2 itulah tebaan yang hampir tepat. Yale memang khas universitas riset. Satu doktor membimbing dua mahasiswa. 

Kategori :

Terkait

Jumat 22 Nov 2024 - 22:00 WIB

Datuk ITB, Oleh: Dahlan Iskan

Kamis 21 Nov 2024 - 22:09 WIB

Kokkang Ibunda, Oleh: Dahlan Iskan

Rabu 20 Nov 2024 - 20:51 WIB

Bergodo Kebogiro, Oleh: Dahlan Iskan

Selasa 19 Nov 2024 - 19:34 WIB

Critical Parah, Oleh: Dahlan Iskan

Minggu 17 Nov 2024 - 22:02 WIB

Medali Debat, Oleh: Dahlan Iskan