Kesan saya: rumah ini sangat biasa. Mungkin banyak orang akan bilang rumah ini terlalu sederhana untuk seorang presiden Indonesia dua periode.
Bukan hanya rumahnya, juga ukuran tanah dan bangunannya. Rasanya ukuran tanah di rumah ini hanya sekitar 400 m2. Pun Kampung Sumber. Kampung biasa. Bukan ''Menteng''-nya Solo. Bahkan bukan ''Kebayoran Baru''-nya. Ini hanya seperti kampung di Tebet.
Rakyat Jateng, sudah terbukti lebih mendengarkan Jokowi pun setelah tidak lagi menjabat presiden.
Di Pilkada lalu Jokowi turun langsung ke 10 daerah yang dikenal sebagai ''kandang banteng''. Calon gubernur yang ia dukung menang telak. Mengalahkan calon dari PDI-Perjuangan.
Padahal Jokowi tidak ikut pidato. Ia hanya bermobil pelan lewat jalan-jalan di 10 kabupaten tersebut. Di belakang mobilnya ada lima mobil pengangkut kaus. Di sepanjang jalan Jokowi membagikan kaus itu. Jangan kaget: apa yang tertulis di kaus itu. Hanya satu kata: Mulyono. Lalu ada satu gambar siluet pak Jokowi.
Tentu PDI-Perjuangan punya alasan lain untuk kekalahan itu: ada kadernya yang kurang all-out. Bahkan ada yang dianggap bermain di dua perahu.
Anda sudah tahu siapa yang dimaksud: Bambang Pacul! Ia sendiri merasa dituduh begitu. Bahkan ia sudah pasrah: mau dipecat pun silakan. Ia akan terima.
Bambang Pacul adalah tokoh utama PDI-Perjuangan di Jateng. Bicaranya polos, ceplas-ceplos, dan kadang jenaka. Ia selalu terpilih sebagai anggota DPR. Juga selalu jadi pengurus inti di DPP PDI-Perjuangan.
Saya tahu dari mana asal-usul tuduhan ''berdiri di dua perahu'' itu. Anda pun sudah tahu: putri Bambang Pacul, Casytha Arriwi Kathmandu, memihak Ahmad Luthfi saat Pilgub Jateng. Bukan Jenderal Andika Perkasa.
Di Pemilu lalu, Casytha maju sebagai calon anggota DPD. Terpilih. Raihan suaranya sangat besar: 2,5 juta. Ini kali kedua Casytha jadi anggota DPD. Sebenarnya Casytha tidak terang-terangan memihak jagonya Jokowi itu. Tapi semua warga PDI-Perjuangan tahu di mana kaki Casytha.
Jawa Tengah tampaknya akan jadi faktor penentu ke mana arah Kongres PDI-Perjuangan April depan. Pergerakan bawah tanahnya sangat intensif –tidak terlihat tapi terasa getarannya.
Di pihak lain Jokowi mungkin bisa menerima diberhentikan dari partai. Toh kelak akan ada waktu baginya untuk membela diri di forum kongres.
Yang kelihatannya ia sulit menerima adalah alasan pemberhentiannya itu: menyalahgunakan kekuasaan. Alasan itu punya implikasi hukum yang panjang. Beda kalau alasannya ''melanggar disiplin organisasi''.
Tentu Jokowi tahu siapa yang mengolah alasan ''penyalahgunaan kekuasaan'' itu. Di saat semua partai kini lagi mimpi akan bisa terbang ke bulan, PDI-Perjuangan harus berpikir keras jangan sampai kehilangan bulan.