Ternyata PDI-Perjuangan menggandengkan Risma dengan Gus Hans. Banyak yang kaget: Gus Hans siapa. Masih sangat terbatas yang tahu siapa Gus Hans. Gus Hans orang NU. Anak muda. Golkar sudah sejak dari bapaknya: KH As'ad Umar. Kiai As'ad adalah pimpinan pondok ''bintang sembilan'' Darul Ulum, di Peterongan, Jombang.
Darul Ulum tergolong kloter pertama ''pondok masuk Golkar''. Di tahun 1967. Bersamaan dengan pondok Pesantren Sabilil Muttaqin di Takeran, Magetan.
Gus Hans sebenarnya dekat dengan Khofifah. Ia tim sukses Khofifah di Pilkada yang lalu. Bahkan ia jadi juru bicara pasangan Khofifah-Emil Dardak.
Gus Hans lantas merasa ditinggalkan Khofifah. Setidaknya merasa diabaikan. Lalu gabung menjadi pesaing Khofifah. Gus Hans yang kalem rasanya memang lebih cocok jadi pasangan Risma yang temperamental.
Dengan demikian suara NU akan terpecah ke Khofifah dan ke Gus Hans.
Tidak hanya itu. PKB tiba-tiba mendaftarkan kadernya sendiri untuk calon Gubernur Jatim. Kader wanita. Namanya: Luluk entah siapa. Berpasangan dengan kader NU juga. Namanya: saya lupa.
Maka tiga wanita sama-sama maju bertarung di Jatim. Laki-laki Jatim rupanya merasa tidak ada yang berdaya. Semua hanya di posisi calon wakil.
PKB nekat di Jatim. Atau main-main. Di kandang, PKB berani main-main. Tidak di Jakarta. Banten ada dramanya sendiri: Anda sudah tahu ''drama Airin'' yang pandai memainkan gejolak perasaan partai-partai. Drama lainnya terjadi di Tangerang Selatan.
Jateng juga punya daya tarik yang lain: mantan panglima TNI jadi calon gubernur. Yakni Jenderal bintang empat TNI Andhika Perkasa.
Lawannya: mantan Kapolda yang hanya bintang dua. Yakni Irjen polisi Ahmad Lutfi. Ada juga sekelas menteri jadi calon wali kota. Di Yogyakarta.
Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo dicalonkan oleh PDI-Perjuangan di Pilwali Yogya. Ia orang hebat. Baik saat jadi Bupati Kulonprogo maupun saat menjabat kepala BKKBN.
Kalbar kali ini tumben: semua calon gubernur suku Melayu. Tidak perlu ada saingan keras antar suku lagi. Rumus lama di sana: bila Melayu punya dua calon Dayak yang menang. Bila Dayak punya dua calon Melayu yang menang. Suku Madura sering sebagai penentu.
Itu akibat Pilpres yang lalu. Suku Dayak yang selama ini identik dengan Partai Banteng kemarin pilih capres Prabowo. Hampir mutlak.
Kemarin saya bertemu orang yang belum lama ke rumah Panglima Jilah, tokoh Dayak Kalbar. Ia melihat di rumah Panglima Jilah ada dua ekor kuda yang gagah: itulah kuda hadiah dari Prabowo yang memang punya banyak kuda.
Di tiap daerah kali ini punya dinamikanya sendiri. Baru perusuh dari Lampung yang bercerita keunikan pilkada di sana. Kita tunggu dari daerah lain. Inilah era jabatan apa saja dianggap sama saja: yang penting punya jabatan.