Kopi Bahagia, Oleh: Dahlan Iskan

Minggu 15 Sep 2024 - 18:49 WIB
Reporter : gale
Editor : radian

Tentu banyak kebun kopi di Toraja. Atau Gayo. Sama-sama Las Flores tiap kebun di Las Flores menghasilkan kualitas yang berbeda. Mestinya begitu juga di Sidikalang atau Lampung. Tabung Finca Las Flores pun dibuka. Benny yang mengerjakan. Benny memasukkan kopi sebanyak 15 gram itu ke mesin mini penggerus kopi. Yang ukurannya sebesar tumbler kecil. Ujungnya diputar pakai engkol. Di tangan Benny dalam dua menit kopi pun lembut. 

Pemasak air pun dipasang. Dipanaskan sampai 95 derajat Celsius. Bubuk kopinya dituang ke atas kertas gelombang. Kertas itu berfungsi sebagai penyaring dan corong. 

Air panas pun dituang ke corong itu. Menuangnya pun pakai ilmu: lebih dulu dikucurkan di bagian tengah bubuk. Lalu diputar kian ke pinggir. Ritualnya harus begitu. 

Mengucurkan airnya pun tidak boleh sekali tuang. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Selalu dari tengah ke pinggir. Air panas sebanyak 120 gram pun menetes hitam ke teko kaca di bawah corong. Cairan hitam dari teko itulah yang dituang ke cangkir porselin. Saya tidak mau minum satu cangkir. Harus dibagi lima –agar sekerumunan bisa merasakan nikmatnya. 

Ini ritual minum kopi yang tidak kalah dengan ritual minum motai –arak putih terkenal di Tiongkok. Minumnya tidak seperti Anda meneguk kopi di kedai. Minumnya lebih tepat disebut bukan minum. Harus hanya sesesapan. Dicium dulu aromanya. Lalu disesap air kopinya. 

Itulah kopi yang satu kilogram berharga Rp 400.000. 

"Di sini, berapa harga kopi termahal?" tanya saya. 

"Rata-rata segitu," jawab mereka. 

"Kalau di dunia, berapa harga kopi termahal?” tanya saya lagi. 

"USD 10.000," ujar Nasrullah. 

Saya tidak percaya. Itu kan berarti Rp 150 juta/kilogram. 

Ia pun menunjukkan bukti. Yakni hasil lelang tahun lalu. Lelang kopi. Saya ngotot: tidak masuk akal. Seperti apa rasanya. 

Nasrullah pun ''emosi''. Ia membuka ransel kecilnya. Ia keluarkan botol pipih mirip botol baja minuman keras. "Saya masih punya sedikit. Pak Dahlan harus merasakannya," ujar Nasrullah. 

Saya pun menerima botol baja pipih itu. Saya baca labelnya: Arabica Panama Elida Geisha Natural. Saya buka tutupnya. Saya endus aromanya. 

"Saya tidak mau mencoba," kata saya. Tidak tega. Terlalu mahal. 

Saya pilih minta teman saya untuk memotret adegan saya lagi memegang botol baja pipih itu. "Boleh foto tapi jangan dimuat di Disway," katanya. "Istri saya juga pembaca Disway. Bisa ketahuan," guraunya. Ia punya kiat kalau istrinya marah soal hobi mahalnya itu. "Kalau dia minta tas apa saja tidak saya tolak," guraunya. 

Kategori :

Terkait

Jumat 20 Sep 2024 - 20:57 WIB

Bonita Sufiati, Oleh: Dahlan Iskan

Kamis 19 Sep 2024 - 22:02 WIB

Arus Kuat, Oleh: Dahlan Iskan

Rabu 18 Sep 2024 - 22:00 WIB

Pemakan Anjing, Oleh: Dahlan Iskan

Selasa 17 Sep 2024 - 21:48 WIB

Bangsa Keturah, Oleh: Dahlan Iskan

Senin 16 Sep 2024 - 19:12 WIB

Nano Sutiman, Oleh: Dahlan Iskan