BACAKORANCURUP.COM - Tren artis terjun ke dunia politik dan ikut dalam Pilkada menjadi sorotan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.
Titi Anggraini mengakui bahwa Pilkada 2024 menjadi instrumen bagi partai politik untuk menarik pemilih.
Menurutnya, artis memiliki hak yang sama seperti dosen, aktivis, teknokrat, ataupun profesi lain yang memang tidak dilarang berpolitik dan mengikuti Pilkada 2024.
"Namun yang jadi persoalan adalah dalam banyak hal, artis ini cenderung dieksploitasi untuk kepentingan elektoral semata," kata Titi ketika ditemui di Gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Senin 9 September 2024.
Ia menegaskan bahwa siapa pun pihak yang hendak masuk ke dunia politik mestinya tetap melalui dengan kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis.
BACA JUGA:Kaesang Klarifikasi Penggunaan Jet Pribadi ke KPK
BACA JUGA:Pramono Tegaskan Tak Akan Gunakan Politik Identitas
Sedangkan kebanyakan artis tersebut tidak melewati proses kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis alias cenderung tidak berproses bersama partai.
"Ini yang kerap kali dan banyak disimpangi oleh para artis. Mereka secara tiba-tiba direkrut, langsung dinominasikan di Pilkada tanpa ada proses internalisasi nilai-nilai dan kaderisasi di dalam partai," paparnya.
Oleh karena itu, lanjut Titi, akhirnya terjadilah political shock (seperti culture shock).
"Yang biasanya mereka tidak pernah berurusan dengan birokrasi, dengan pemerintahan lalu juga tidak pernah terjun dalam politik praktis, harus berelasi dengan aktor-aktor politik, itu menimbulkan kegagapan politik," cetusnya.
Bahkan, Titi menyebut terdapat beberapa kandidat yang merasa tidak puas dengan jabatan yang dimenangkan dalam pemilu atau pilkada.
"Contohnya, Luki Hakim yang tidak akur dengan kepala daerahnya, bupatinya. Diki Chandra yang tidak akur dengan juga bupatinya. Itu salah satu ya. Itu akibat dari adaptasi politik yang tidak matang bersama partai. Itu yang sebenarnya menjadi catatan atau kritik terhadap kehadiran artis," tuturnya.
Selain kegagapan politik, kinerja mereka juga tidak bisa menonjol dan tidak bisa berkontribusi dalam mencapai tujuan pemerintahan di daerah.
"Jadi artis akhirnya menjadi jalan pintas untuk kemenangan yang digunakan oleh partai dengan memanfaatkan popularitas dan daya pengaruh artis di masyarakat," tandasnya