Asal Usul Bingka Kacung, Kuliner Ikonik Kelua yang Melegenda di Tabalong
IST Bingka Kacung--
BACAKORANCURUP.COM - Bingka Kacung merupakan salah satu kuliner tradisional yang berasal dari Kelua, sebuah kecamatan di Kabupaten Tabalong yang dikenal memiliki kekayaan budaya kuliner.
Meski banyak makanan modern bermunculan, pesona bingka kacung tetap bertahan dan bahkan semakin digemari masyarakat.
Bentuknya yang unik, bersegi enam mirip kelopak bunga, menjadikannya tidak hanya lezat, tetapi juga menarik secara visual. Rasanya yang manis, lembut, dan legit membuat siapa pun yang mencicipinya mudah jatuh hati. Tak heran jika bingka kacung termasuk jajanan khas yang sering diburu, baik oleh warga lokal maupun pendatang.
Masyarakat percaya bahwa nama bingka kacung diambil dari nama pembuat pertamanya, yakni seorang tokoh bernama Kacung. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tabalong, Masdulhak Abdi, menjelaskan bahwa sebutan tersebut muncul secara alami dari kebiasaan para pembeli.
BACA JUGA:Solusi Kamar Mandi Bau, Gunakan 4 Bahan Alami Ini untuk Hasil Maksimal
BACA JUGA:Hindari Aksi Pencuri ! Inilah Tips Melindungi Rumah Selama Kamu Berlibur
Dahulu, warga kerap menyebut kue itu dengan menambahkan nama sang pembuat, "bingkanya Kacung", untuk membedakannya dari bingka buatan orang lain. Dari kebiasaan sederhana itulah akhirnya muncul nama yang kini menjadi identitas kuliner khas Tabalong.
Walaupun sosok Kacung telah tiada sejak lama, warisan kuliner yang ia ciptakan tidak ikut hilang. Justru, tradisi membuat bingka kacung diteruskan secara turun-temurun oleh keluarga serta warga Kelua yang ingin menjaga resep asli tetap hidup.
Proses pelestarian inilah yang membuat bingka kacung bertahan hingga sekarang, sekaligus menjadi bagian penting dari cerita budaya masyarakat Tabalong. Menurut Masdulhak, nama tersebut tetap digunakan karena masyarakat sudah terlanjur akrab dan bangga dengan sebutan itu.
Pada masa awal kemunculannya, bingka kacung biasanya hanya disajikan dalam dua rasa yang sangat klasik, yaitu gula merah dan pandan.
Dua rasa tersebut dianggap paling mewakili karakter bingka kacung yang lembut dan harum. Namun seiring berkembangnya waktu, semakin banyak produsen lokal yang mulai membuat variasi baru. Kreativitas para pembuatnya membuat bingka kacung kini hadir dalam beragam pilihan, seperti keju, cokelat, durian, ataupun kombinasi rasa unik lainnya.
Perkembangan ini tidak menghilangkan rasa tradisionalnya, justru memperluas daya tarik bingka kacung kepada generasi muda yang menyukai variasi rasa modern. Masdulhak pun menyatakan bahwa banyaknya tangan yang mampu memproduksi kue ini membuat ragam rasanya semakin meluas.
Keberadaan bingka kacung sangat mudah dijumpai, terutama di pasar-pasar tradisional di wilayah Tabalong. Hampir setiap pedagang kue tradisional menyediakan bingka kacung dengan tampilan menarik yang disusun rapi dalam piring atau nampan. Harganya pun tergolong terjangkau, berkisar antara Rp25 ribu hingga Rp40 ribu per piring, tergantung ukuran dan rasa.
Pembeli dapat pula memilih bingka yang dipotong kecil-kecil sehingga lebih mudah dinikmati atau dibagikan kepada keluarga. Hal ini membuat bingka kacung menjadi jajanan yang ramah bagi siapa saja, baik untuk camilan sehari-hari maupun untuk hidangan spesial.