Gugatan Helmi-Mian ke MK Kandas, Pencalonan Rohidin Makin Kokoh
ist Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu nomor urut 2, Rohidin Mersyah-Meriani optimis menjemput kemenangan.--
BACAKORANCURUP.COM - Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu nomor urut 2 Rohidin Mersyah-Meriani (Romer) semakin menguat. Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) menolak gugatan Tim Hukum Pasangan Calon Gubernur dan Wagub Bengkulu nomor urut 1, Helmi Hasan-Mian.
Sebelumnya, Helmi - Mian berusaha menggagalkan pencalonan Rohidin Mersyah, dengan menguji pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. UU itu mengatur tentang masa jabatan kepala daerah sejak pelantikan.
Uji materi yang disampaikan Helmi Hasan dan Mian serta Elva Hartati Murman-Makrizal melalui kuasa hukumnya Muspani dan Associates itu, meminta MK untuk memerintahkan KPU membatalkan penetapan pasangan calon gubernur, bupati, dan wali kota yang tidak sesuai dengan Putusan MK Nomor 22/PUUVII/2009, Nomor 67/PUU-XVIII/2020, dan Nomor 2/PUU-XXI/2023 tentang penghitungan masa jabatan kepala daerah.
Ketua MK, Suhartoyo yang membacakan amar putusan, pada 14 November 2024, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
"Menolak permohonan provisi para pemohon," tegas Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukum MK, permohonan provisi para pemohon dinilai tidak terdapat urgensi dan relevansinya untuk meminta keterangan pihak-pihak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 UU MK.
Mahkamah telah mencermati secara saksama substansi norma Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016.
"Memang tidak mengatur cara penghitungan masa jabatan kepala daerah pengganti, apakah penghitungan masa jabatan kepala daerah pengganti, baik definitif maupun sementara, dilakukan sejak yang bersangkutan dilantik ataukah sejak yang bersangkutan melaksanakan tugasnya," bebernya.
Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 162 UU 10/2016 yang terdiri dari tiga ayat. Semua mengatur periodisasi atau masa jabatan serta kewenangan kepala daerah yang baru menjabat (dalam kapasitasnya sebagai pemenang Pilkada). Kemudian tidak mengatur masa jabatan dalam konteks syarat bakal calon/pasangan calon kepala daerah.
"Jika dicermati secara sistematis dan kontekstual, menurut Mahkamah norma Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016 merupakan bagian dari pengaturan yang berlaku bagi pasangan calon kepala daerah yang memenangi kontestasi pemilihan kepala daerah," tegas Suhartoyo.
BACA JUGA:Pecco Bagnaia, Dalam Tekanan Pertahankan Gelar Juara Dunia MotoGP
BACA JUGA:APBD Provinsi Disahkan Akhir Bulan
Untuk itu, Suhartoyo dalam membacakan amar putusan, ketentuan a quo harus dibaca dan dipahami dalam konteksnya. Yaitu setelah tahapan pelantikan pasangan calon pemenang pemilihan menjadi kepala daerah yang definitif. Konteks tersebut terlihat dari sistematika penyusunan UU 10/2016, secara berurutan Pasal 160 mengatur pengesahan dan pengangkatan kepala daerah.Lalu Pasal 161 mengatur pelantikan dan sumpah/janji, Pasal 162 mengatur masa jabatan kepala daerah, Pasal 163 sampai dengan Pasal 164 mengatur mengenai pelantikan kepala daerah, waktu, dan tempatnya.
Kemudian, Pasal 165 mengatur pendelegasian pengaturan jadwal dan tata cara pelantikan kepala daerah ke dalam Peraturan Presiden.