Ketika Popularitas Berujung Petaka: Dampak Cancel Culture pada Artis Korea

IST Cancel Culture menjadi salah satu faktor artis Korea Selatan mengakhiri hidupnya--
BACAKORANCURUP.COM - Korea Selatan telah lama menjadi pusat industri hiburan dunia dengan K-pop, drama, dan film yang mendunia.
Namun, di balik gemerlapnya industri ini, terdapat isu serius yang masih menjadi perhatian, yaitu banyaknya artis yang memilih untuk mengakhiri hidup mereka. Fenomena ini bukan hanya menyedihkan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendalam tentang penyebab di balik tragedi tersebut.
Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada tingginya tingkat bunuh diri di kalangan artis Korea Selatan adalah budaya perfeksionisme yang sangat kuat. Industri hiburan di negeri ginseng ini dikenal sebagai salah satu yang paling kompetitif di dunia.
Para artis tidak hanya dituntut untuk memiliki bakat luar biasa, tetapi juga harus memenuhi standar kecantikan yang hampir tidak realistis.
BACA JUGA:Segarnya Buka Puasa dengan 5 Minuman Khas Jawa Tengah Ini
BACA JUGA:Strict Parenting: Pengaruhnya pada Perkembangan Kecerdasan Anak
Masyarakat Korea Selatan sendiri memiliki ekspektasi tinggi terhadap selebriti. Mereka diharapkan selalu tampil sempurna, baik secara fisik maupun dalam perilaku. Hal ini menciptakan tekanan besar bagi para artis yang sering kali merasa ehilangan kebebasan untuk menjadi diri sendiri.
Hidup sebagai seorang selebriti di Korea Selatan berarti harus siap berada di bawah pengawasan ketat media dan penggemar. Privasi mereka hampir tidak ada, dan kesalahan sekecil apa pun bisa menjadi berita besar yang menghancurkan karier mereka dalam sekejap.
Jika seorang artis melakukan kesalahan kecil atau menunjukkan sisi manusiawi mereka, konsekuensinya bisa sangat berat. Sorotan media yang tak henti-hentinya, ditambah dengan tekanan dari penggemar dan masyarakat, membuat banyak selebriti merasa terjebak dalam kehidupan yang tidak lagi mereka kendalikan.
Salah satu faktor yang memperburuk tekanan pada artis adalah fenomena cancel culture, di mana publik figur dihukum atau dikucilkan setelah terlibat dalam kontroversi. Di Korea Selatan, budaya ini begitu kuat, terutama di kalangan penggemar yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap idola mereka.
Cancel Culture sering kali bermula dari pernyataan atau tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Selebriti yang terlibat dalam skandal, hubungan asmara, atau bahkan sekadar mengungkapkan pendapat yang berbeda bisa langsung dihujat dan dikucilkan oleh masyarakat. Media sosial berperan besar dalam mempercepat penyebaran kecaman ini, menciptakan tekanan luar biasa bagi artis yang menjadi sasaran.
Tekanan sosial yang dihasilkan oleh budaya perfeksionisme dan cancel culture dapat berdampak serius pada kesehatan mental artis.
Banyak selebriti yang mengalami depresi, kecemasan, dan perasaan terasing akibat penghakiman yang mereka terima. Sayangnya, di Korea Selatan, kesehatan mental masih menjadi topik yang tabu, sehingga banyak artis merasa tidak memiliki tempat untuk mencari bantuan.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan mendasar dalam cara masyarakat memperlakukan artis. Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental harus ditingkatkan, baik di kalangan publik maupun industri hiburan itu sendiri. Beberapa agensi kini mulai mengambil langkah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan mental para artis mereka, tetapi masih banyak yang perlu dilakukan.