Pasar Dunia Meningkat, Ekspor Daun Salam Indonesia Malah Turun, Ada Apa ?
IST Daun salam--
BACAKORANCURUP.COM - Rempah-rempah asli Indonesia sejak lama dikenal dunia karena keharuman, cita rasa, serta khasiatnya dalam pengobatan alami. Salah satu yang menonjol adalah daun salam.
Tanaman tropis yang bernama ilmiah Syzygium polyanthum ini bukan hanya populer sebagai penyedap dalam berbagai kuliner nusantara, namun juga memiliki nilai strategis sebagai rempah ekspor yang bernilai ekonomis tinggi.
Sebagai bagian dari warisan rempah Indonesia, daun salam memiliki posisi penting dalam sejarah dan budaya pangan lokal.
Hampir semua masakan berbumbu, mulai dari semur, soto, rendang, gulai, hingga lodeh dan nasi uduk, memanfaatkan daun ini untuk menghadirkan aroma khas yang menggugah selera.
BACA JUGA:Lebih dari Sekadar Minuman, Inilah Khasiat Luar Biasa Chamomile bagi Tubuh Anda !
BACA JUGA:Kasino Pertama RI Beroperasi! Pemerintah Raih Miliaran Rupiah Dari Pajak Perjudian
Namun, lebih dari sekadar bahan dapur, daun salam juga mengandung senyawa aktif yang memberikan manfaat kesehatan signifikan. Inilah yang kini menjadi daya tarik utama pasar ekspor, terutama di negara-negara dengan kesadaran kesehatan yang tinggi.
Dalam beberapa tahun terakhir, negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Belanda menunjukkan minat yang meningkat terhadap daun salam, bukan hanya sebagai bumbu dapur, tetapi juga sebagai bahan dasar produk herbal, suplemen kesehatan, hingga kosmetik alami. Hal ini sejalan dengan tren global yang mengarah pada konsumsi rempah-rempah fungsional dan gaya hidup alami berbasis tanaman.
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa daun salam mengandung zat bioaktif seperti flavonoid, eugenol, tanin, dan minyak atsiri. Kombinasi ini memberi efek antioksidan yang kuat, membantu mengontrol gula darah, meredakan peradangan, hingga menurunkan tekanan darah. Tidak heran jika ekstrak daun salam mulai digunakan dalam formulasi teh kesehatan, produk detoksifikasi, serta perawatan kulit di Jepang dan Korea Selatan.
Namun, meski pasar luar negeri terbuka luas dan tren kesehatan dunia mendukung, ekspor daun salam dari Indonesia justru mengalami penurunan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2024 nilai ekspor daun salam Indonesia hanya mencapai sekitar US$123.778, padahal di tahun 2021 sempat menyentuh puncaknya dengan angka US$301.506. Dari sisi volume, ekspor yang sempat mencapai hampir 70 ton pada tahun 2019 dan 2021, kini merosot menjadi sekitar 23 ton pada 2024.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya performa ekspor rempah ini. Pertama adalah kurangnya standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan pascapanen.
Banyak petani dan pelaku UMKM masih menjual daun salam dalam bentuk mentah atau utuh, tanpa melalui proses pengeringan modern yang sesuai standar higienitas dan kadar air rendah.
Produk semacam ini sulit bersaing di pasar global yang semakin ketat dari sisi kualitas dan keamanan pangan.