BACAKORANCURUP.COM – Sebanyak 45 tenaga honorer atau Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang selama ini bertugas di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Rejang Lebong resmi dirumahkan sejak awal Oktober 2025.
Keputusan ini diambil menyusul kebijakan nasional terkait penyelarasan data tenaga non-ASN dan penerapan aturan baru mengenai status kepegawaian di lingkungan pemerintahan.
Plt Kepala Satpol PP Rejang Lebong, Anton Sefrizal, membenarkan langkah tersebut dan menyebutkan bahwa seluruh TKS yang dirumahkan belum terdaftar dalam sistem Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta tidak lolos dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
“Dari total 45 orang itu, ada beberapa yang sudah mengabdi lebih dari lima tahun, dan sisanya sekitar dua tahun. Namun karena aturan yang berlaku saat ini, mereka tidak bisa lagi diperpanjang,” jelas Anton.
BACA JUGA:Pemdes Bandung Salurkan BLT TW Tiga untuk 28 KPM
BACA JUGA:Puluhan PKM di Rejang Lebong Mundur dari Penerima Bansos, Malu Dipasang Stiker 'Masyarakat Miskin'
Ia menambahkan, keputusan ini merupakan tindak lanjut dari arahan pemerintah pusat yang menegaskan tidak diperbolehkannya pengangkatan tenaga honorer baru per 28 November 2023.
Satpol PP Rejang Lebong pun terpaksa melakukan penyesuaian agar struktur organisasi tetap mengikuti ketentuan administrasi kepegawaian yang berlaku.
Langkah tersebut membuat jumlah personel aktif di Satpol PP Rejang Lebong mengalami penurunan cukup signifikan. Kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada operasional lapangan, terutama dalam tugas penegakan Peraturan Daerah (Perda) serta pengawasan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
“Kami akui, dengan berkurangnya personel tentu akan ada penyesuaian beban kerja. Tapi kami tetap berupaya agar pelayanan dan pengawasan di lapangan tetap berjalan optimal,” ujar Anton.
Meski demikian, Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong tidak tinggal diam. Anton menegaskan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) untuk mencari solusi terbaik bagi tenaga honorer yang terdampak kebijakan ini.
“Pemerintah daerah berkomitmen untuk membantu mereka. Kami akan upayakan agar yang dirumahkan tetap mendapat peluang dalam program pemerintah berikutnya, sesuai dengan ketentuan dan formasi yang tersedia,” imbuhnya.
Kebijakan perumahan tenaga honorer ini merupakan bagian dari proses transisi menuju sistem kepegawaian nasional yang lebih tertata dan berbasis data resmi.
Pemerintah pusat menargetkan seluruh instansi daerah beralih menggunakan sistem tenaga kerja ASN penuh, baik PNS maupun PPPK, untuk menjamin kepastian hukum dan kesejahteraan aparatur negara.
Sementara itu, di kalangan internal Satpol PP, keputusan ini menimbulkan keprihatinan karena sebagian TKS yang dirumahkan telah lama mengabdi dengan loyalitas tinggi, bahkan terlibat langsung dalam berbagai kegiatan pengamanan dan pelayanan publik.