Tumit Zaytun, Oleh: Dahlan Iskan

Rabu 28 Aug 2024 - 22:13 WIB
Reporter : gale
Editor : radian

Kubahnya yang berwarna keemasan sudah tampak menguning dari jauh: kubah itu bukan terbuat dari emas tapi benar-benar disemprot dengan lapisan emas. 

Hanya pilihan warnanya tidak murni persis warna emas seperti masjid Kubah Emas di Depok. Di Al Zaytun warna emas itu dibuat sedikit lebih kuning tua. 

Masjid ini tinggi sekali. Tujuh lantai. Tingginya 99 meter. Menaranya lebih tinggi lagi: 34 lantai, 201 meter. 

Kaca-kaca jendela juga belum terpasang. Angin sepoi masuk ke dalam masjid –membuat udara pagi musim kemarau terasa lebih sejuk. Acara berlangsung di lantai dasar masjid bertingkat tujuh ini. Sekitar 5.000 orang memenuhi masjid. Mereka duduk di kursi yang disusun sepenuh masjid. 

Saat masuk masjid sepatu harus dilepas. Panitia membagikan kantong sepatu yang didesain secara khusus. Masing-masing membawa kantong berisi sepatu itu ke tempat duduk mereka. Saya didudukkan di kursi utama menghadap mereka. 

Ada tiga kursi di situ. Yang dua lagi untuk Syekh Panji Gumilang dan istri. Mayjen Purn Kivlan Zein juga berada di deret depan. 

Komjen Pol Purn Susno Duadji sudah mengisi acara di situ sehari sebelumnya. Pun pemikir Pancasila Prof Dr Yudi Latief. Termasuk orang seperti Ilham Aidit –anak ketua umum PKI di masa lalu. 

Mereka adalah para pembicara seminar tiga hari bertemakan "Indonesia 1000 Tahun Lagi". Di puncak acara ini saya melihat ''keanehan'' pada diri Syekh Panji Gumilang: ia mengenakan baju batik lengan panjang. Tumben. 

Tidak biasanya Syekh tampil berbatik. Selama ini selalu saja Syekh berpakaian ala Barat: bersepatu, celana pantalon, jas, dan dasi. 

"Tumben pakai batik," sapa saya. 

Barulah saya tahu: itu bukan batik biasa. Itu adalah baju batik yang sudah berumur 25 tahun. Itulah baju batik yang dikenakan Syekh saat meletakkan batu pertama pembangunan Al Zaytun 25 tahun lalu. 

Setelah itu batik tersebut hanya satu kali lagi dipakai: saat menemui Wakil Presiden (waktu itu) Try Sutrisno di Surabaya. 

Saya tidak bisa mengikuti puncak acara sampai selesai. Saya harus buru-buru ke Jakarta. Tapi saya diminta menanam pohon dulu. Lokasinya jauh dari masjid. Yakni di pinggir jalan baru yang sedang dibangun Al Zaytun. 

Jalan baru itu panjangnya dua kilometer. Itulah rencana jalan menuju gerbang baru: gerbang barat. Kalau jalan itu nanti selesai lengkaplah Al Zaytun memiliki empat gerbang di empat penjuru angin. 

Saya tertegun sampai di lokasi penanaman pohon. Pohon jati yang akan ditanam sudah besar. Sudah berumur empat tahun. Sudah setinggi lebih enam meter. Berarti deretan pohon di sepanjang jalan baru itu nanti adalah pohon yang langsung sudah rindang. Saya pun tertegun melihat cara Al Zaytun memindahkan pohon besar: pakai alat berat jenis Big John. Saya sering melihat cara kerja mesin seperti itu di TikTok. Dengan berdecak kagum. Kali ini saya melihatnya di kenyataan. 

Alat berat itu memiliki ''kuku kuku besi'' yang besar nan tajam. ''Kuku'' itu menghunjam tanah di sekeliling pohon. Lalu menjebol pohon besar tersebut berikut akar dan tanahnya. Dibawa ke lokasi baru. Dimasukkan ke lubang besar yang juga dibuat dengan alat berat. 

Kategori :

Terkait

Jumat 08 Nov 2024 - 18:25 WIB

Taksi Kemudi, Oleh: Dahlan Iskan

Kamis 07 Nov 2024 - 21:08 WIB

Bismillah Karnaval, Oleh: Dahlan Iskan

Rabu 06 Nov 2024 - 19:30 WIB

Anwar Berkeley, Oleh: Dahlan Iskan

Selasa 05 Nov 2024 - 22:02 WIB

Ari Dian, Oleh: Dahlan Iskan

Senin 04 Nov 2024 - 19:46 WIB

Gunung Sritex, Oleh: Dahlan Iskan