Maka di militer mulai proses manajemen perencanaannya sangat detail.
Di militer, perencanaan tidak sekadar didasarkan pada asumsi. Harus berdasar data di lapangan. Data lapangan diperoleh dari kerja intelijen. Perencanaan SDM-nya dirinci sampai detail dari batalyon, kompi, regu, sampai grup. Pun logistiknya. Sampai ke penerjunan pasukan pendahulu. Pengerahan pasukan Zeni. Pun analisis risiko dan escape-nya.
Salah satu keunggulan manajemen ala militer adalah ketaatan pada komandan: ketaatan tegak lurus.
Ketika militer diterjunkan ke medan-laga pikirannya hanya satu: memenangkan perang.
Di medan perang tidak ada kemewahan. Tidur seadanya. Makan apa yang ada. Bisa-bisa tidak tidur dan tidak makan. Selama tiga hari ke depan para menteri digodok di kompleks Akademi Militer dengan gaya militer.
Sepulang ke Jakarta mereka tentu akan terobsesi untuk bisa menerapkan manajemen gaya militer yang mereka dapat.
Minggu pertama mungkin mereka berkeinginan menurunkan ilmu Magelang ke anak buah di Jakarta. Ke eselon satu. Mungkin eselon satu akan setuju dan siap mengikuti ajaran itu. Persoalan muncul ketika ajaran itu sampai ke eselon dua. Apalagi tiga.
Di birokrasi yang benar-benar berkuasa adalah eselon tiga. Mantan Wapres Jusuf Kalla pernah membuka itu blak-blakan. Yang sebenar-benar menjalankan roda pemerintahan adalah eselon tiga.
Di militer ketaatan tegak lurus bisa jalan. Di birokrasi, eselon tiga lebih taat pada peraturan. Yakni ''peraturan yang tertulis''. Komandan mereka adalah peraturan.
Bahkan seandainya pun SDM birokrasi kita dari manusia cerdas kelas satu, tetap saja akan menjadi bodoh di depan peraturan.
Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh manusia tercerdas di kabinet ini setelah jadi wakil menteri nanti: Stella Christie, profesor dari Tsinghua University itu.
Saya mengikuti ceramahnya tentang artificial intelligent di YouTube. Sepanjang video itu pula saya terbayang apa yang bisa dia lakukan di kementeriannyi. Bagi saya, sukses 100 hari pertama Kabinet Merah Putih adalah berubahnya segala macam aturan yang menghambat pembangunan.