Tiga Proposal, Oleh: Dahlan Iskan
ist dr Joao Angelo De Sousa Mota.--
Joao memang punya kemampuan di bidang konstruksi. Proyek besar terbarunya adalah rumah sakit Jenderal Sudirman. Di Jakarta Selatan. Besar. Menjulang tinggi. RS baru itu milik Kementerian pertahanan.
Hanya beberapa bulan Joao menjabat dirut Yodya Karya. Danantara pun lahir. Maka Yodya Karya menjadi anak perusahaan Danantara. Begitu mendesaknya program pangan Presiden Prabowo sampai Yodya Karya diubah misinya: jadi perusahaan produksi pangan.
Joao mungkin punya pikiran ini: pangan adalah program terpenting Prabowo. Pasti dapat prioritas. Semangatnya pun naik tinggi. Ia mengira akan bisa langsung tancap gas. Ternyata dana pertama Danantara justru dialirkan ke Garuda. Rp 6 triliun. Sifatnya memang pinjaman tapi tetap saja ada yang mengalir ke sana. Rasanya tidak pernah ada penjelasan Garuda menjadi prioritas program presiden. Ternyata Garuda bisa menyalip di udara –karena sulit membayangkan Garuda menyalip di tikungan.
Uang kedua Danantara lari ke Chandra Asri. Uang ketiga ke proyek energi bersih bersama investor Arab Saudi. Tentu Joao membaca berita mengalirnya uang Danantara ke berbagai proyek tersebut. Mengapa tidak ada yang untuk Agrinas Pangan.
Mungkinkah Danantara kurang tertarik dengan proposal yang diajukan Joao?
Daya tarik dari seseorang sering ditentukan oleh latar belakangnya. Yang biasa bisnis di keuangan akan lebih antusias melihat proposal bidang itu. Lalu siapa yang tertarik melihat proposal bidang pertanian? Kalau pun dipaksakan ''tertarik'' apakah bisa langsung memahami ruh bisnis pertanian? Apakah di antara direksi Danantara ada yang punya minat di bidang pertanian? Kalau tidak, siapa yang menilai bagus tidaknya proposal dari Agrinas Pangan? Konsultan?
Sangat jengkel kalau misalnya atasan lebih percaya konsultan daripada proposal dirut. Berarti sang dirut dianggap tidak ahli di bidangnya.
Problem terbanyak di BUMN ada di sini: tidak memahami bisnis tertentu tapi punya kuasa untuk memutuskan. Akhirnya mengandalkan jasa konsultan. Hilanglah motivasi eksekutif BUMN untuk maju.
Awalnya saya memahami posisi Danantara: belum punya uang untuk Agrinas Pangan. Lalu saya ingat: uang ada. Hanya Agrinas Pangan kalah dalam prioritas.
Sebagai alumni Norwich University, Joao pasti tidak mudah menyerah. Norwich adalah kampus untuk pendidikan militer yang ternama. Lokasinya di negara bagian paling utara Amerika Serikat: Vermont. Norwich sudah menghasilkan lebih dari 100 jenderal bintang empat –melebihi kampus militer mana pun.
Apalagi dari Norwich, Joao masih ke UNAM di Meksiko. Tiga pemenang hadiah Nobel asal Meksiko semuanya alumni UNAM --Universidad Nacional Autónoma de México.
UNAM adalah universitas terbesar di Meksiko. Mahasiswanya 350.000 orang. Kampusnya masuk heritage UNESCO. Luasnya 7 km2. Joao kuliah di Centro Escuela Para Estrangero (CEPE) di kampus Ciudad. "Yo hablo Espanyol," kata Joao.
Sebenarnya agak aneh kalau PT Agrinas Pangan tidak punya uang sama sekali. Kalau hanya untuk operasional mestinya punya uang. Bahkan untuk memulai proyek kecil-kecilan sekali pun. Bukankah laba Yodya otomatis pindah buku menjadi saldo keuangan Agrinas Pangan?
Mungkin Joao tidak mau kecil-kecilan. Ia ingin segera punya proyek pangan besar-besaran. Perlu dana besar. Saldo warisan Yodya Karya tidak cukup.
Maka lebih baik mundur.