Baca Koran curupekspress Online - bacakorancurup.com

Panglima Merah Oleh: Dahlan Iskan

Wapres Gibran berpidato ketika mendatangi ulang tahun Panglima Jilah.--

Kalau Anda bermobil dari Pontianak ke arah Singkawang, Anda akan melewati kota kecil bernama Sungai Pinyuh. Di situ ada pertigaan. Kalau lurus Anda akan ke Singkawang. Kalau belok kanan Anda akan ke Sintang. Untuk ke Sambora Anda ikut yang ke arah Sintang itu. Sekitar 20 menit dari pertigaan itu Anda belok kiri. Ke jalan sempit. Sejauh lima kilometer. Rasanya jalan itu hanya bisa untuk lewat satu mobil. Tibalah Anda di desa Sambora. 

Gibran tidak menyusuri jalan sempit itu. Ia naik helikopter dari Pontianak. Ada helipad tidak jauh dari rumah Panglima Jilah. Helipad permanen. Terbuat dari beton. Landasan heli itu terlihat belum terlalu lama dibangun. 

Sebelum lari pagi Minggu kemarin saya baca berita lokal mengenai kedatangan Gibran ke rumah Panglima Jilah. Di situ Gibran meresmikan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ada juga acara penyerahan beasiswa ke pelajar Dayak yang berprestasi. 

Lalu Gibran menerima kajian akademik dari Panglima Jilah: perlunya dibentuk kabupaten baru di lokasi itu. Panglima Jilah pun berpesan agar Gibran meneruskan apa yang dilakukan Presiden Jokowi. Di situlah Gibran menegaskan: pembangunan IKN tetap diteruskan. Itu sebagai bentuk pemerataan pembangunan. Agar tidak Jawa-sentris. Jangan percaya pada omongan bahwa IKN dihentikan. Pembangunan IKN jalan terus. 

Setelah membaca itu saya bergegas ke komplek kantor bupati Kubu Raya. Sudah padat. Sudah sulit masuk lokasi. Manusia tumpah ruah. Berdesakan. Saya harus menyibak barisan manusia. Saya ingat seperti waktu tawaf saja. 

Ini acara besar pertama di masa bupati baru Kubu Raya: Sujiwo. Ia orang Jawa. Wakilnya, Sukiryanto, orang Madura. Jawa-Madura terpilih dengan suara telak di Kubu Raya, Kalbar. Inilah bupati yang amat merakyat. Ia memang anak transmigran miskin. Hebat. Berhasil jadi bupati. 

Ayahnya, sebenarnya tentara. Pangkatnya sersan mayor. Tapi miskin. Sampai pensiun tidak punya rumah. Tugas terakhir sang ayah di Medan. Sujiwo pun lahir di Medan. 

Begitu pensiun sang ayah kembali ke Wonogiri. Tidak punya rumah di Wonogiri. Lalu pindah ke Solo. Cari rumah kontrakan. Akhirnya ikut transmigrasi Angkatan Darat (Transad) ke Rasau, Kalbar. Sujiwo, yang ketika itu umur 10 tahun, ikut bertransmigrasi. 

Sang ayah seorang Sukarnois. Marhaenis. Maka ketika sekolah D3 di Pontianak Sujiwo aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Pun ketika melanjutkan S-1 di Universitas Tanjungpura. 

Sejak sebelum reformasi Sujiwo sudah ikut perjuangan Megawati Sukarno Putri di PDI-Perjuangan. Umur 27 tahun sudah menjadi anggota DPRD. Setiap lima tahun terpilih lagi. Sampai lima periode berturut-turut. Sujiwo pun sangat mengakar. Maka saat maju sebagai calon bupati Kubu Raya terpilih dengan mudah. 

Kini, setelah Singkawang, Kubu Raya akan menjadi kabupaten yang menonjol di Kalbar. Dua-duanya dari PDI-Perjuangan. 

Partai itu memang tetap menjadi pilihan utama suku Dayak di Kalbar. Kursi DPRD-nya tetap terbanyak. Tapi begitu Pilpres mereka pilih memenangkan Prabowo-Gibran. 

Panglima Jilah, Pasukan Merah, PDI-Perjuangan, Gibran, Prabowo, Sujiwo akan terus mewarnai politik Kalbar lima tahun ke depan. Juga Jawa, Madura, Dayak dan Melayu. Di atas sana masih ada Panglima Burung: panglima dengan pasukan besar tanpa harus lulus AMN dan berpangkat jenderal.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan