Masa Depan Anak Terancam ? Ini Bahaya Tersembunyi di Balik Iklan Makanan Online

IST Anak yang sedang makan makanan cepat saji--
BACAKORANCURUP.COM - Di tengah derasnya arus informasi dan gaya hidup digital yang kini tak terelakkan, promosi makanan dan minuman tinggi gula, garam, dan lemak diam-diam menjadi ancaman serius bagi kesehatan anak-anak Indonesia.
Tanpa disadari, dunia digital yang memudahkan akses informasi juga membuka pintu lebar bagi pemasaran produk yang secara perlahan menggerus kualitas hidup generasi muda.
Isu ini mencuat dalam sebuah webinar penting yang digelar oleh UNICEF Indonesia pada Kamis, 10 Juli 2025. Acara ini menghadirkan sejumlah pakar, termasuk dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, serta David Colozza, Spesialis Nutrisi dari UNICEF Indonesia.
BACA JUGA:Intip Keunggulan Benelli Motobi 152 Standard 149cc !
BACA JUGA:Jus Nanas Ampuh Redakan Batuk dan Pilek, Solusi Alami yang Terbukti Ilmiah !
Keduanya menggarisbawahi bahwa jika tak segera dikendalikan, pola pemasaran digital makanan tak sehat akan membawa konsekuensi jangka panjang bagi bangsa.
Merujuk pada hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, hampir 1 dari setiap 5 anak usia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat badan. Sementara pada kelompok remaja 13-18 tahun, prevalensi obesitas mencapai 14,3%. Fakta ini diperburuk oleh data bahwa 97,6% anak usia 5-19 tahun tidak mengonsumsi buah dan sayur sesuai pedoman gizi seimbang, dan lebih dari 50% dari mereka justru terbiasa mengonsumsi minuman berpemanis setiap harinya.
“Kita sedang mempersiapkan generasi emas 2045. Namun, bagaimana mereka bisa menjadi generasi berkualitas jika sejak kecil sudah terbiasa dengan pola konsumsi yang buruk ?” ungkap dr. Nadia dalam paparannya.
Ia menekankan bahwa negara maju saat ini sedang bergulat dengan beban penyakit tidak menular, dan Indonesia berisiko mengalami hal serupa jika tidak segera melakukan tindakan preventif.
Dengan jumlah pengguna media sosial aktif mencapai 167 juta orang, lebih dari separuh populasi Indonesia, media sosial kini telah menjadi sarana promosi yang sangat efektif. Ironisnya, kelompok anak dan remaja justru menjadi pengguna paling aktif, dengan penetrasi internet di kalangan usia 13-18 tahun mencapai 99,1%.
Platform seperti Instagram, TikTok, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter) dijadikan ladang subur oleh produsen makanan dan minuman tinggi gula dan lemak.
UNICEF mencatat, dari 295 iklan digital yang diteliti dari 20 merek ternama, sebanyak 85% memasarkan setidaknya satu produk yang tidak memenuhi kriteria layak konsumsi anak berdasarkan Model Profil Gizi WHO. Kandungan gula, lemak jenuh, natrium, dan kalori pada produk-produk ini jauh melampaui batas aman.
Yang membuat situasi ini semakin mengkhawatirkan adalah cara penyampaian iklannya yang dirancang sangat persuasif. Studi UNICEF menemukan bahwa iklan-iklan makanan tidak sehat kerap menggunakan teknik seperti :
• Tagar viral yang mudah tersebar
• Penampilan influencer atau selebritas yang digemari anak