Ambeien Bukan, Oleh: Dahlan Iskan

Dahlan Iskan--

Dokter terakhir itulah yang menganjurkan Nasaruddin ke dokter Bambang Soegianto. Sang dokter juga menderita ambeien. Penyakitnya beres ketika dokter itu jadi pasien dokter Bambang. Nasaruddin pun ke dokter Bambang. Curiga. Kok tidak kunjung sembuh. Dilakukanlah pemeriksaan secara khusus. 

Bambang sudah sering punya pasien ambeien yang tidak kunjung sembuh. Pun setelah berobat ke Singapura, Thailand, dan Penang, Malaysia. Ditemukanlah Nasaruddin bukan menderita karena ambeien. Ia kena penyakit fistula Ani. 

Menulis ''fistula''-nya boleh pakai huruf kecil, tapi Ani-nya harus pakai A huruf besar. Pertanda bahwa itu nama orang –Anda sudah tahu siapa dia. 

Gejala fistula Ani memang mirip dengan ambeien. Seperti bisul. Tapi jauh di dalam anus. Bukan seperti ambeien yang di bibir anus. 

Maka untuk menyelesaikannya tidak bisa hanya mengoperasi bagian ''mulut anus''. Harus dibongkar sampai ke dalam. Semua jaringan yang mati atau bernanah harus diambil lewat operasi bagian dalam anus. Dokter Bambang menceritakan hasil pemeriksaannya itu. Lalu memberikan nama-nama pasien lain yang mengalami fistula Ani. Mereka sembuh di tangan dokter Bambang. Lewat operasi. 

Nasaruddin pun berbicara dengan mereka. Ada tiga orang yang ia ajak bicara lewat HP. Salah satu di antaranya sudah berobat ke Thailand. Satu lagi pernah berobat ke Penang. Di sana dioperasi. Tapi tidak sembuh. Sakitnya muncul lagi. Setelah dioperasi dokter Bambang barulah beres. 

Dokter Bambang seumuran dengan saya: 73 tahun. Hanya beda satu bulan. Ia tampak sangat sehat. Badannya langsing, rambutnya masih hitam. 

Saya bertemu dokter Bambang saat menjenguk Nasaruddin di RS Adi Husada Surabaya. Dokter Bambang lagi visitasi. Saya pun ngobrol panjang. 

Ia lahir di Rogojampi, nun di wilayah Banyuwangi. Saat SMP Bambang sekolah di Zhong Zhong Surabaya –sekolah Tionghoa yang kelak di tahun 1965 ditutup oleh Orde Baru. Akhirnya Bambang lanjut ke SMA Negeri 3 Surabaya. Ia tidak canggung kumpul dengan siswa yang umumnya pribumi. 

Ayahnya adalah pejuang. Sang ayah ikut berjuang bersama laskar di perang kemerdekaan. Sang ayah menerima piagam sebagai pejuang. 

Lulus SMA Bambang disekolahkan ke Jerman. Ia masuk fakultas kedokteran di kota Dortmund. Di sana ia mendalami ilmu bedah, termasuk Ambeien. Bahkan juga transplantasi rambut. 

Pulang ke Indonesia Bambang harus menjalani masa penyesuaian ijazah. Di FK Undip Semarang. Tanpa itu ia tidak bisa bertugas sebagai dokter di Indonesia. 

Zaman itu masih begitu. Di zaman Menkes Budi Sadikin saat ini masa penyesuaian seperti itu dihapus. Dokter lulusan luar negeri bisa langsung jadi dokter di Indonesia. 

Dokter Bambang akhirnya menjadi dokter tentara. Statusnya tetap sipil. Tidak punya pangkat militer. 

Di usia 73 tahun dokter Bambang masih buka praktik di Surabaya. 

Tag
Share