Menilik Ketegangan Perdagangan Tiongkok-AS di Era Trump 2.0

Selasa 04 Feb 2025 - 17:59 WIB
Reporter : Gale
Editor : Radian

BACAKORANCURUP.COM - Donald Trump menepati janjinya. Presiden Amerika Serikat (AS) itu menggunakan kekuatan ekonomi untuk menyerang Tiongkok yang dianggap tidak adil dan berperan dalam krisis fentanyl. Tiongkok tidak tinggal diam. Siap membalas. 

SABTU, 1 Februari 2025, Donald Trump mengumumkan bahwa ekspor Tiongkok ke AS akan dikenai tarif tambahan sebesar 10 persen. Itu di luar berbagai tarif yang telah berlaku sebelumnya. 

Artinya, barang-barang Tiongkok yang masuk ke Negeri Paman Sam itu pasti akan berharga lebih mahal ketika sampai di konsumen. Artinya lagi, pasar berpotensi melemah. Warga AS ogah membeli barang Tiongkok.

Tiongkok pun meradang. Minggu, 2 Februari 2025, mereka menyatakan penentangan kerasnya pada tindakan AS tersebut. ’’Kami akan mengambil tindakan balasan yang sesuai agar bisa dengan tegas melindungi (kepentingan) kami,’’ tulis pernyataan resmi Tiongkok yang dilansir kantor berita Agence France-Presse.

BACA JUGA:HUT Partai Gerindra Ke-17 akan Undang Megawati hingga Jokowi

BACA JUGA:Pelantikan Kepala Daerah Terpilih 20 Februari

Tentu, perang dagang tersebut melibatkan—atau mempertaruhkan—aset yang sangat besar. Betapa tidak, volume perdagangan antara kedua negara itu mencapai USD 530 miliar atau sekitar Rp 8,6 kuadriliun selama Januari-November 2024.

Di periode yang sama, ekspor Tiongkok ke AS mencapai lebih dari USD 400 atau sekitar Rp 6,5 kuadriliun. Nilai itu hanya kalah dari Meksiko.

Menurut Peterson Institute of International Economics (PIIE), Tiongkok adalah pemasok utama barang elektronik dan mesin listrik hingga tekstil dan pakaian.

Tetapi, nilai ekspor AS ke Tiongkok ternyata cukup kecil. Pada periode yang sama, AS hanya mengekspor senilai USD 270 miliar (sekitar Rp 4,3 kuadriliun). Itulah yang memicu ketegangan di Washington.

Selain itu, dukungan besar negara terhadap industri di Tiongkok juga menuai tuduhan praktik dumping. AS bahkan menuding Tiongkok berperilaku tidak adil pada perusahaan AS yang beroperasi di Tiongkok. 

Yang harus diingat, ekonomi Tiongkok memang sangat bergantung pada ekspor untuk mendorong pertumbuhan. Sehingga, perubahan kebijakan kecil di negara lain bisa mengusik Negeri Panda tersebut. 

’’Peperangan’’ antara Tiongkok-AS itu sudah terjadi sejak 2016. Kala itu, Trump masuk gedung putih dengan janji membalas Tiongkok. Maka, tarif besar pun dibebankan pada barang-barang Tiongkok.

Tiongkok pun menerapkan tarif balasan pada produk AS. Kebijakan itu berdampak buruk pada petani AS. 

Tuntutan utama AS ketika itu adalah akses yang lebih luas ke pasar Tiongkok. Mereka juga ingin ada reformasi besar terhadap persaingan bisnis yang dinilai menguntungkan perusahaan Tiongkok. Lebih jauh, Trump ingin Beijing melonggarkan kendali negara yang sangat ketat.

Kategori :