”Keberadaan fintech P2P lending merupakan perantara yang menghubungkan antara kreditur dengan debitur dalam kegiatan hukum ini. Fintech P2P lending membuat platform online yang menyediakan fasilitas bagi kreditur untuk memberikan pinjaman secara langsung kepada debitur dengan ‘nilai pengembalian’ lebih tinggi. Di sisi lain debitur bisa mengajukan kredit secara langsung kepada kreditur dengan syarat yang lebih mudah dan proses yang lebih cepat dibandingkan ke lembaga keuangan konvensional,” kata Vidya.
Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022) menegaskan hubungan hukum tersebut.
Dalam peraturan ini, fintech P2P lending merupakan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Pasal 30 Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 mensyaratkan minimal adanya dua perjanjian dalam perbuatan hukum peminjaman dana melalui platform online milik fintech P2P lending.
Perjanjian antara kreditur dan debitur. Ini menjadi hubungan hukum yang utama atau pokok dalam perbuatan hukum ini.
Fintech P2P lending bertindak sebagai penyelenggara untuk membuat butir-butir kesepakatan di antara kedua belah pihak tersebut untuk kemudian dituangkan dalam perjanjian (dokumen elektronik) serta menyalurkan dana dari kreditur kepada debitur.
Kedua, perjanjian antara kreditur dengan fintech P2P lending. Perjanjian ini berkaitan dengan kesepakatan pengelolaan dan penyaluran dana milik kreditur yang dilakukan oleh fintech P2P lending.