Fenomena Politik Dinasti dalam Pilkada, Baik atau Buruk untuk Daerah ? Ini Jawabannya

IST Politik dinasti sudah menjadi hal yang biasa terjadi di Indonesia--

BACAKORANCURUP.COM - Fenomena politik dinasti dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada menjadi topik yang semakin hangat dibicarakan di berbagai daerah.

Politik dinasti mengacu pada praktik di mana anggota keluarga dari seorang politisi atau pejabat daerah terpilih kemudian mencalonkan diri untuk posisi yang sama atau serupa dalam pilkada berikutnya.

Hal ini sering menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat dan pengamat politik mengenai dampak positif dan negatifnya terhadap kemajuan suatu daerah.

Apakah politik dinasti dalam pilkada benar-benar membawa manfaat, atau justru menghambat perkembangan daerah ?

BACA JUGA:Calon Independen vs Partai, Mana yang Lebih Dekat dengan Masyarakat ?

BACA JUGA:Elektabilitas RK Masih Diatas Pramono

Salah satu argumen yang mendukung politik dinasti dalam pilkada adalah kontinuitas kebijakan. Dengan adanya anggota keluarga yang melanjutkan kepemimpinan, kebijakan yang sudah dirancang dapat diteruskan dan dioptimalkan.

Hal ini, menurut pendukungnya, memungkinkan program jangka panjang yang berkelanjutan, seperti pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang lebih konsisten.

Namun, kontinuitas ini dapat menjadi pisau bermata dua.

Jika kebijakan yang diterapkan tidak efektif atau bahkan merugikan, praktik dinasti ini justru memperpanjang kebijakan yang kurang bermanfaat bagi daerah.

Di sisi lain, kritik utama terhadap politik dinasti dalam pilkada adalah potensi munculnya praktik nepotisme dan korupsi.

Ketika kekuasaan berada di dalam satu keluarga, muncul kecenderungan untuk memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan umum. Risiko korupsi juga lebih tinggi karena sistem pengawasan menjadi lemah, terutama jika pejabat yang terpilih merasa terlindungi oleh hubungan keluarga.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei terpercaya, daerah dengan politik dinasti dalam pilkada memiliki potensi lebih besar untuk mengalami ketimpangan ekonomi dan masalah tata kelola pemerintahan.

Selain itu, politik dinasti dalam pilkada dinilai dapat menghambat regenerasi politik. Dengan dominasi keluarga tertentu, kesempatan bagi calon pemimpin muda atau calon yang potensial menjadi terbatas.

Tag
Share