Cak Nun, Oleh: Dahlan Iskan

Dahlan Iskan--
"Sudah ada sedikit kemajuan," ujar Jufree. "Cak Nun sudah bisa didudukkan," tambahnya.
Selebihnya ia tidak tahu. Jufree juga sudah tiga tahun tidak melihat Emha. Ia harus berangkat ke Chicago: menemani istri yang ambil S-3 di sana. Saat dipamiti, tentu Emha merestui –dengan isyarat batinnya. Istri Jufree akan sembilan tahun studi Islam di Chicago. Khususnya soal tadabur dalam Alquran. Dia dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta (Disway 13 Desember 2024, Mayasari Tempe).
Saya menghubungi Dr Ryu tapi belum tersambung. Anda sudah tahu siapa Ryu Hasan. Namanya sering dibahas di kolom komentar Disway: ahli saraf otak, sudah lama bekerja sebagai dokter di Jepang, salah satu ahli yang tergabung di lembaga kesehatan PBB dan sesekali buka praktik di Jakarta.
Ryu juga cucu pendiri NU dan kiai terkemuka pondok Tambakberas, Jombang: KH Wahib Wahab. Cak Nun juga orang Jombang. Dari desa Sumobito. Banyak pemikir Islam lahir di Jombang: Gus Dur, Nurcholish Madjid, Cak Nun, dan Ryu Hasan sendiri.
Empat-empatnya membawa bendera pemikiran Islam yang sangat modern. Bahkan Ryu terlalu modern: sampai membahas proses penciptaan manusia dan dari mana datangnya kehidupan.
Saya bertemu Ryu terakhir di Yogyakarta. Di saat Covid-19. Di belakang panggung pertunjukan teater Butet Kertarajasa. Ryu memang lekat dengan Butet.
"Seberapa besar peran Dr Ryu dalam penyembuhan Anda?” tanya saya pada Butet.
"Sampai 25 persen," ujar Butet. Selebihnya datang dari dirinya sendiri dan teman-teman yang membesarkan optimismenya. "Usaha saya sendiri mungkin 10 persen," kata Butet.
"Apa yang Anda usahakan?"
"Sikap pasrah. Saya sumeleh. Saya sudah siap untuk meninggal dunia," jawabnya.
Teman-teman Cak Nun juga ingin memberikan dukungan yang sama. Tapi Cak Nun sudah tidak bisa mengenali siapa pun.
Buku tentang Cak Nun nanti tentu bisa mengobati rasa kangen jamaah Maiyahannya. Begitu banyak buku yang ditulis Cak Nun. Sudah lama mereka ingin tahu tentang pujaan mereka itu.
Cak Nun terus hidup di mata penggemarnya. Termasuk istri saya.
"Lho...Alhamdulillah... Cak Nun sudah sehat," teriak istri saya kemarin. Dia sangat senang. Dia pun, terus menyaksikan Cak Nun di TV. Remote control tetap di tangan.
Dengar kegembiraan istri itu saya pun kaget. Rasanya tidak mungkin. Saya menengok ke layar TV. Cak Nun lagi ceramah tentang puasa dengan gaya khasnya.