Mutasi Pejabat Jelang Pilkada Terancam Sanksi Pidana?

ist Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Mimika, Johannes Rettob.--

BACAKORANCURUP.COM - Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Mimika, Johannes Rettob, baru-baru ini telah melakukan mutasi pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Mimika.  

Menurut informasi yang beredar, kebijakan mutasi tersebut diduga tanpa disertai adanya Surat Keputusan Bupati maupun izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).  

Padahal sebelumnya, saat Eltinus Omaleng menjabat Bupati Mimika definitif sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian, ia mengangkat beberapa pejabat pada September 2023 dengan Surat Keputusan (SK) resmi bahkan berdasarkan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).  

Dugaan pelanggaran administrasi tersebut pun telah dikonfirmasikan kepada Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Aang Witarsah Rofik. 

BACA JUGA:Jokowi Ingatkan Netralitas Polri Jelang Pilkada Serentak 2024

Saat ditemui wartawan di kantornya pada Senin (1/7) Aang mengatakan berdasarkan data persuratan, tidak ada permohonan pergantian pejabat dan persetujuan dari Direktorat Otonomi Daerah Papua.  

“Berdasarkan informasi dari Pejabat Kepala BKD Kabupaten Mimika, tidak ada pergantian pejabat,” ucap Aang. 

Sebagai informasi, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kepala daerah atau pejabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), bisa dikenai sanksi pidana.  

“Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah),” demikian bunyi pasal 190 Undang Undang Pilkada.  

Larangan mutasi ini berlaku 6 (enam) bulan, terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.  

Pasal 71 ayat (2) Undang Undang Pilkada juga mengatur, bahwa kepala daerah dapat mengganti pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.  

Sementara itu, di Pasal 162 ayat (3) ditegaskan, bahwa kepala daerah yang ingin melakukan mutasi atau penggantian pejabat dalam kurun waktu tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis dari menteri.  

Dalam hal ini, menteri yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri, sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 ayat e Permendagri No.74 tahun 2016.

"Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota mempunyai tugas dan wewenang: melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri," bunyi Permendagri tersebut. 

Tag
Share