Anti Gempa, Oleh: Dahlan Iskan

Dahlan Iskan--

Yang seperti itu, kata Boyamin, pernah terjadi di Pilkada tahun 2019. Yakni di kabupaten –Anda pasti sudah lupa nama ini– Sabu Raijua. Itu di NTT. Di pulau Timor. Bertetangga dengan kabupaten Kupang. 

Di Pilkada Sabu Raijua pemenangnya Anda sudah tahu: Orient Patriot Riwu Kore. Ada tiga pasang calon bupati Sabu Raijua kala itu. 

Pasangan nomor satu, Nikodemus N. Rihi Heke dan Yohanis Uly Kale, menggugat ke MK. Alasannya: Riwu Kore, si pemenang, adalah warga negara Amerika. 

Orient Patriot Riwu Kore memang pemegang paspor Amerika. Itu karena ia bekerja di perusahaan pembuat kapal perang di sana. Itu objek vital. Pekerjanya harus warga negara Amerika sendiri. Di samping itu Riwu juga menikah dengan wanita yang berpaspor Amerika. 

Sebenarnya Riwu sudah mengajukan bantahan. Ketika mendaftar ke KPU Sabu Raijua ia sudah mengajukan permohonan berhenti sebagai warga negara Amerika. 

Memang permohonannya itu belum dikabulkan. Alasannya: masih Covid-19. Tidak bisa cepat. Belakangan permohonan itu benar-benar dikabulkan. Tapi Pilkada sudah lewat. Akhirnya MK mengabulkan gugatan pasangan nomor satu dengan alasan saat mendaftar Riwu masih berpaspor Amerika. 

MK pun memerintahkan Pilkada ulangan. Hanya boleh diikuti pasangan nomor 1 dan nomor 3. Hasilnya Anda sudah tahu: pasangan nomor 3 yang menang. Yakni Drs Nikodemus  N. Rihi Heke. Ia dapat durian runtuh. Ia bukan penggugat tapi yang berhasil menang. 

Yang seperti itu bisa terjadi di Jateng kelak –kecuali ada gempa besar lagi. Toh gempa bisa direncanakan –baik kapan waktunya maupun berapa besaran skala Richter-nya. 

Apa yang akan dilakukan PDI-Perjuangan di Pleno DPR hari ini? 

Paling banter hanya interupsi. Toh pasti kalah: 7 lawan 1. Maka setelah putusan DPR hari ini kita pun punya UU Pilkada yang baru. Itu UU Petir. Datangnya tiba-tiba, dampaknya dahsyat luar biasa. 

Salah satu kedahsyatannya: akan banjir gugatan ke MK –minta UU baru ini dibatalkan. Setidaknya anak-anak Boyamin akan melakukannya --dugaan saya. Atau siapa saja. 

Tapi gugatan ke MK perlu waktu. Sidang-sidang di MK juga makan waktu. Tidak bisa kilat seperti DPR. Sambil menunggu putusan MK itu Pilkada jalan terus. 

Tidak akan mulus. Hasil Pilkada pun akan banyak digugat ke MK. Bukan ke MA.  

MA memang bisa membuat keputusan yang jadi pegangan DPR tapi MK-lah yang berhak mengadili sengketa Pilkada. 

Atau seperti yang disampaikan Prof Dr Yusril Ihza Mahendra kepada saya tadi malam: Putusan MK lebih tinggi karena menguji UU terhadap UUD. Putusan MA hanya menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan