OMG! Inspektorat Rejang Lebong Temukan Sejumlah Masalah Saat Audit Dana Desa

Kantor Inspektorat RL.-DOK/CE -

Curupekspress.bacakoran.co - Belum lama ini Inspektorat Daerah Kabupaten Rejang Lebong melakukan audit terhadap penggunaan dana desa (DD) reguler ke 16 desa yang ditetapkan jadi sampel.

Usai melakukan audit DD reguler di 16 desa tersebut, ada sejumlah temuan yang harus ditindak lanjuti oleh pemerintah desa (Pemdes).

Demikian disampaikan Inspektur pada Inspektorat Daerah Rejang Lebong, Gusti Maria SH MM kepada wartawan.

"Tahapan Inspektorat turun ke desa-desa untuk mengaudit penggunaan DD reguler tahun 2023 sudah selesai, dan memang ada beberapa temuan," ucapnya.

Dijelaskannya, temuan-temuan dimaksud seperti keterlambatan membuat surat pertanggung jawaban (Spj) dan belum membayar pajak atas kegiatan-kegiatan di tahun 2023.

BACA JUGA:Penataan Arsip Masih Terkesan Berantakan

BACA JUGA:PMB Pascasarjana IAIN Resmi Dibuka

"Sebenarnya temuan itu tidak terlalu menonjol, karena hanya sebatas mereka terlambat yang mestinya sudah dilakukan tapi ini belum dikerjakan," katanya.

Sehingga menurut dia, melalui audit tersebut desa-desa yang menjadi sampel dan desa lain bisa lebih cepat dan tertib dalam pembuatan Spj serta pembayaran pajak kegiatan.

"Mereka ini biasanya di Maret - April baru mengerjakan itu, padahal kalau lebih cepat lebih bagus," tuturnya.

Adapun 16 desa dimaksud, sebut dia, diantaranya, Desa Lubuk Belimbing I dan Lubuk Bingin Baru Kecamatan Sindang Beliti Ilir, Tanjung sanai I dan Ulak Tanding Kecamatan Padang Ulak Tanding, Durian Mas dan Derati Kecamatan Kota Padang, Air Nau dan Tanjung Heran Kecamatan Sindang Beliti Ulu, Duku Ilir Kecamatan Curup Timur, Air Dingin Kecamatan Sindang Kelingi.

Selanjutnya, Desa Seguring Kecamatan Curup Utara, Baru Manis dan Dataran Tapus Kecamatan Bermani Ulu, Bengko dan Warung Pojok Kecamatan Sindang Dataran, Kampung Jeruk Kecamatan Binduriang.

"Audit pemeriksaan penggunaan DD di desa-desa ini akan berlangsung mulai 29 Januari sampai dengan 21 Februari nanti," paparnya.

Mengapa 16 desa itu yang menjadi sampel, tambah dia, karena desa-desa tersebut dinilai memiliki tingkat resiko tinggi jika melihat pengalaman tahun-tahun sebelumnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan