Kala itu Watana sedang bermain game komputer di sebuah warung internet di Ban Nam Khem. Di saat Watana sedang asik, tiba-tiba ia melihat air bah mendekati desanya dari kejauhan. "Orang-orang mulai berlari dan berteriak," kenang Watana. Kala itu, ia langsung dibawa ke tempat penampungan desa.
Pamannya dinyatakan hilang. Tubuhnya tak pernah ditemukan. Meninggalkan Watana yang saat itu berusia 12 tahun dalam duka mendalam.
Menurut Watana, pamannya adalah koki yang hebat. "Setiap kali makan ikan, saya selalu mengingatnya. Dia membuat hidangan ikan terbaik," ujarnya.
Di tengah depresi, seorang guru mengajaknya tinggal di Yayasan Baan Than Nam Chai, sebuah lembaga yang didirikan oleh dua pekerja sosial Thailand untuk anak-anak yatim piatu akibat tsunami.
Watana menjadi salah satu dari 32 penghuni pertama yayasan itu pada 2006. Kini, ia menjabat sebagai sekretaris jenderal yayasan tersebut. Fokus mereka sekarang adalah merawat lebih dari 90 anak dari orang tua yang tak mampu mengurus. Termasuk, anak-anak dari keluarga narapidana.
Meski meninggalkan kenangan pahit pasca tsunami 2004, Watana berusaha sembuh dan kembali menata hidupnya sedia kala.
Istri Pirun, Janjira Khampradit, juga mengungkapkan hal serupa. "Bertemu dengannya mengajarkan saya untuk menjalani setiap hari seakan-akan segalanya bisa terjadi," ungkapnya kepada Agence France-Presse. ''Ia mengajarkan saya ketenangan dalam memeluk kehidupan,'' ucap Janjira.