Tahun 1998 hingga 2001 melanjutkan pendidikan tinggi di Cornerstone Christian College di New South Wales, Australia.
Pada 2001 Lukas Enembe berhasil menjadi Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya berpasangan dengan Eliezer Renmaur untuk periode 2001-2006.
Ia memutuskan bergabung dengan Partai Demokrat Provinsi Papua dan diangkat sebagai ketua DPD pada 2006.
Saat itu dia mecalonkan diri untuk sebagai Gubernur Papua, namun kalah perolehan suara dari Barnabas Suebu.
Kemudian ia berhasil menjadi Bupati Kabupaten Puncak Jaya untuk periode 2007 hingga 2012. Pada 2013 Lukas Enembe berhasil menjadi Gubernur Papua dengan wakil Klemen Tinal untuk periode 2013-2018.
Pada September 2017, Enembe dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dalam kasus korupsi.
Pendukung Enembe memprotes di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, mengklaim bahwa masalah ini dipolitisasi karena pemilihan umum gubernur 2018 di Papua.
Pada pemilihan Gubernur periode 2018-2023, Ia bersama Klemen menang dengan meraih 1.939.539 suara atau 67,54 persen suara.
Komisi kemudian menetapkan Enembe sebagai saksi dalam kasus korupsi yang melibatkan penyelewengan dana beasiswa di Papua, dan Enembe bertemu langsung dengan Komisi untuk mengklarifikasi laporan kekayaannya.
Pada 5 September 2022, Lukas Enembe ditetapkan menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Namun, baru pada 10 Januari 2023 KPK berhasil melakukan penangkapan dan pemeriksaan.
Pada tahun 2017, PPATK melayangkan laporan dugaan suap dan gratifikasi yang dilayangkan kepada Lukas terkait adanya pengelolaan uang tak wajar.
Setelah lima tahun berlalu, tepat pada 5 September 2022, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Terjadi protes dari massa warga Papua yang mengatasnamakan Front Rakyat dan Imapa Jadetabek mendatangi Gedung Merah Putih KPK menuntut menghentikan penyidikan kasus Lukas Enembe.
Pada 12 dan 25 September 2022, KPK memanggil Lukas untuk pemeriksaan, tetapi ia tidak datang dengan alasan sakit.
Tetapi KPK meragukan klaim kuasa hukum Enembe yang menyatakan klien mereka sakit, maka dari itu KPK menggandeng IDI untuk memeriksa kondisi Enembe untuk mendapatkan second opinion.