Miskin Bermartabat, Oleh: Dahlan Iskan

Selasa 25 Feb 2025 - 22:00 WIB
Reporter : Gale
Editor : Radian

Saya juga tidak bisa menuliskannya. 

Nisan itu sedang ditutup terpal. Di sekujur nisannya yang panjaaaaang sekali. Sekitar tiga kali lipat lebih panjang dari nisan sultan Raden Patah di samping masjid Agung Demak. Di dalam bangunan itu juga penuh dengan andang --scaffolding. Beberapa orang bekerja di atas andang itu. Bersih-bersih. Mengecat. 

Kiai sepuh itu pun memimpin doa. Pendek. Sambil berdiri. Tidak ada kekhusukan seperti di makam Gus Dur di Tebuireng, Jombang. Keluar dari makam lebih banyak lagi yang mengerubung. Juga para wanita. Anak-anak. 

Lalu saya lihat dua lelaki perlente masuk ke makam. Gagah. Berjas. Berdasi. Wajahnya seperti keturunan Arab. 

"Assalamu alaikum," sapanya. "Kami dari Toronto". 

"Kanada?” 

"Yes". Kami pun ngobrol sambil berdiri. Tidak ada tempat duduk. Tidak ada gasebo. Tidak ada tempat berteduh. 

"Kami lahir di desa ini. Besar di Addis Ababa. Sekarang tinggal di Toronto". 

"Sering ke sini?" 

"Sering. Sesekali". 

Jelaslah mereka masih keturunan yang dimakamkan di situ. Obrolan selesai. Lapar. 

Saya pun minta dibawa ke warung terbaik. Ini soal kesehatan benda yang akan masuk ke perut. Maka saya dibawa ke warung itu. Lihat foto depannya. Saya ditawari makanan lokal tapi tidak mengerti. Juga tidak mau berjudi. Saya pilih saja roti epek. Roti gapit. Telur dadar (putihnya saja) dijepit di dua belahan roti. 

Si Gus Pemandu menolak untuk ikut makan. Lalu setengah saya paksa. Tetap menolak. Ia lulusan D2 bahasa Inggris di kota kecil dekat desanya. 

"Puasa?" 

"Tidak". 

"Pesanlah makanan apa saja yang Anda suka". 

Kategori :

Terkait

Jumat 07 Mar 2025 - 21:03 WIB

Fikri Jufri, Oleh: Dahlan Iskan

Kamis 06 Mar 2025 - 18:04 WIB

Lubang Sama, Oleh: Dahlan Iskan

Rabu 05 Mar 2025 - 19:49 WIB

Kaya Gila, Oleh: Dahlan Iskan

Selasa 04 Mar 2025 - 20:28 WIB

Penyakit Tumbuh, Oleh: Dahlan Iskan

Senin 03 Mar 2025 - 20:37 WIB

Pertamax Oplos, Oleh: Dahlan Iskan