Walaupun tidak terbukti secara hukum dan tidak pernah diadili, Soesalit dikenai tahanan rumah. Ia kemudian dibebaskan oleh Presiden Soekarno dan diberi posisi sebagai perwira staf di Kementerian Pertahanan.
Setelah p eristiwa tersebut, Soesalit menjalani kehidupan jauh dari sorotan. Tahun 1950, ia menjabat sebagai Kepala Penerbangan Sipil dan sempat menjadi penasihat di Kementerian Pertahanan pada era Kabinet Ali Sastroamidjojo I.
Namun, sejak saat itu namanya jarang terdengar lagi. Ia wafat pada 17 Maret 1979 di Rumah Sakit Angkatan Perang.
Soesalit menikahi Siti Loewijah dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Boedi Setyo Soesalit. Dari Boedi, lahirlah lima cucu RA Kartini yaitu Kartini, Kartono, Rukmini, Samimum, dan Rachmat.
Sayangnya, keturunan ini hidup dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Beberapa bahkan harus bekerja sebagai tukang ojek untuk menyambung hidup.
Pesan terakhir Soesalit kepada anak dan cucunya sangat menyentuh yaitu jangan menjadikan status sebagai keturunan Kartini sebagai kebanggaan yang berlebihan.
Menurutnya, kebesaran nama tidak boleh menjadi alasan untuk merasa lebih tinggi dari orang lain. Yang penting adalah hidup dengan kerja keras, rendah hati, dan terus memperjuangkan nilai-nilai kebaikan.
Kisah hidup Soesalit Djojoadhiningrat menjadi refleksi tentang bagaimana anak dari tokoh besar bangsa bisa terabaikan oleh sejarah, terjebak di antara kesetiaan, pengkhianatan, dan kenangan yang terlupakan