Kisah Hidup Soesalit Djojoadhiningrat, Anak Semata Wayang dari R.A Kartini yang Miliki Sejarah Kelam

IST Soesalit Djojoadhiningrat, anak dari R.A Kartin--
BACAKORANCURUP.COM - Nama Raden Ajeng Kartini telah lama dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan di Indonesia.
Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa beliau memiliki seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat.
Kehidupan Soesalit penuh dengan liku-liku dan kisah kelam yang seolah tenggelam di balik kejayaan nama ibunya.
Soesalit lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 13 September 1904, hasil dari pernikahan RA Kartini dengan RM Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, Bupati Rembang saat itu.
BACA JUGA:5 Shio Ini Resmi Dinobatkan jadi Raja dan Ratu Rezeki oleh Astrologi Tiongkok 2025, Adakah Shiomu?
BACA JUGA:Harga Emas Meroket ! Saatnya Beli atau Justru Harus Waspada ? Inilah Panduan Cerdasnya
Sayangnya, kebahagiaan itu hanya sekejap. Kartini wafat empat hari setelah melahirkan, sehingga Soesalit tumbuh besar tanpa pernah mengenal sosok sang ibu.
Ketika ia berusia delapan tahun, ayahnya juga meninggal dunia. Ia pun menjadi yatim piatu dan diasuh oleh neneknya, Ngasirah, serta kakak tirinya, Abdulkarnen Djojoadhiningrat.
Meski kehilangan kedua orang tua sejak dini, Soesalit tetap memperoleh pendidikan tinggi.
Ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), lalu melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) di Semarang, dan sempat kuliah di Rechtshoogeschool (RHS) Batavia, salah satu lembaga pendidikan hukum bergengsi di masa itu. Namun, ia hanya bertahan satu tahun di RHS sebelum memulai kariernya sebagai pegawai pamong praja.
Perjalanan hidupnya mulai berbelok ketika ia menerima tawaran dari kakaknya untuk bergabung dengan Politieke Inlichtingen Dienst (PID), badan intelijen Belanda.
Tugasnya tidak ringan, mengawasi para pejuang kemerdekaan dan menekan pengaruh luar seperti Jepang. Posisi ini membuatnya berada di tengah konflik batin antara kesetiaan terhadap pemerintah kolonial dan nurani terhadap perjuangan bangsanya sendiri.
Saat Jepang menguasai Indonesia, Soesalit meninggalkan PID dan bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Usai proklamasi, ia terlibat dalam perjuangan bersenjata dan sempat memimpin Divisi III Diponegoro. Ia bahkan ikut bergerilya di kawasan Gunung Sumbing selama Agresi Militer Belanda II. Meski sempat berpangkat Mayor Jenderal, karier militernya mengalami kemunduran dan ia dipindahkan ke Kementerian Perhubungan.