
Kini, perayaan Waisak di Borobudur kembali menjadi momen sakral yang dirayakan oleh ribuan umat Buddha dari berbagai negara.
Prosesi dimulai dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur, diikuti oleh ritual pelepasan lampion sebagai lambang pelepasan harapan dan doa ke langit.
Lebih dari sekadar upacara keagamaan, Waisak merupakan kesempatan untuk merenungkan nilai-nilai kehidupan yang diajarkan Buddha.
Umat Buddha diajak untuk mempraktikkan dhamma, menjauhi hal-hal duniawi yang merusak batin, serta mengembangkan sifat-sifat luhur seperti kasih sayang, kedamaian, dan ketekunan.
Waisak juga disebut Hari Raya Trisuci karena memperingati tiga momen penting, yaitu kelahiran Siddharta Gautama di Lumbini (623 SM), pencerahan di Bodh Gaya (588 SM), dan wafatnya di Kusinara. Ketiga peristiwa ini menjadi inspirasi bagi umat Buddha untuk meneladani perjuangan spiritual Sang Buddha dalam menghadapi kehidupan.
Perayaan Waisak di Candi Borobudur bukan sekadar tradisi yang diwariskan, tetapi merupakan bentuk penghayatan ajaran Buddha yang terus hidup di tengah masyarakat.
Kehadiran umat dari berbagai penjuru dunia setiap tahunnya menjadi bukti bahwa Candi Borobudur tidak hanya memiliki nilai sejarah, tapi juga menjadi pusat spiritual yang menyatukan keyakinan dan kebudayaan secara harmonis.