Hal ini karena di Indonesia menganut sistem multipartai, maka perlu mengontrol pertumbuhan partai politik agar tidak terjadi multipartai yang ekstrem.
Sehingga, dapat mengurangi gesekan antara lembaga eksekutif dan legislatif guna mendukung sistem presidensial.
Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) merupakan salah satu variabel dasar dari sistem Pemilu yang berdampak langsung terhadap konversi suara ke kursi.
Sehingga ambang batas sangat berkaitan dengan proporsionalitas hasil Pemilu, dan konsistensi pengaturan di dalam sebuah regulasi Pemilu.
Dikutip dari laman resmi Mahkamah Konstitusi (MK) menilai ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4% (empat persen) suara sah nasional yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Untuk itu, ambang batas parlemen tersebut konstitusional sepanjang tetap berlaku dalam Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Demikian tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023.
Putusan dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (29/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.