Menteri ESDM Bahlil Kasih Bocoran Soal Rencana Kriteria Baru Pengguna BBM Subsidi

Senin 21 Oct 2024 - 14:30 WIB
Reporter : Nicko
Editor : Radian

BACAKORANCURUP.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, aturan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yakni Pertalite, saat ini sudah hampir rampung. Namun perlu diketahui, implementasinya masih menunggu waktu yang tepat.

"Berkenaan dengan pembatasan BBM sebenarnya sudah hampir selesai. Tak ada lagi yang berarti, dan tinggal menunggu waktu yang tepat untuk diumumkan. Saya pikir nggak ada lagi saya sampaikan kendalanya," kata dia di Gedung Kementerian ESDM belum lama ini.

Saat ditanya apakah pemerintah akan melakukan perubahan kebijakan subsidi tertutup di masa pemerintahan mendatang, Bahlil menerangka , semua opsi telah dibahas dan tinggal menunggu finalisasi.

BACA JUGA:Jalan Tol Pertama di Sumatera Ini Telan Anggaran Rp 3,3 Triliun

BACA JUGA:Sejumlah Tanaman Ini Ternyata Bisa Jadi Solusi Pengusir Tikus di Rumah

"Yang jelas akan kami umumkan. Mau 10 wacana oke tinggal keputusan," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra El Talattov mengingatkan, apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak segera menerapkan kebijakan subsidi BBM yang tepat sasaran, maka beban subsidi yang besar akan diwariskan kepada pemerintahan mendatang.

Menurut dia, kebijakan subsidi BBM yang terbuka saat ini dinilai tidak efisien dan bisa menambah tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama di tengah risiko volatilitas harga minyak mentah global.

"Kalau pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas untuk melakukan perubahan kebijakan subsidi tertutup ini pasti akan menjadi beban bagi APBN ke depan ya," kata Abra dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia.

Abra juga mengingatkan pada 2022, ketika terjadi lonjakan harga minyak dunia, pemerintah masih bisa melakukan manuver fiskal dengan memperlebar defisit APBN lebih dari 3% terhadap PDB. Langkah ini memungkinkan pemerintah menambah subsidi dan kompensasi energi hingga lebih dari Rp 500 triliun.

Akan tetapi, di masa mendatang, pemerintah harus kembali disiplin secara fiskal dan tidak lagi memiliki fleksibilitas seperti itu. Oleh karena itu, Abra menegaskan bahwa tantangan besar menanti pemerintahan berikutnya.

Dia menilai, jika persoalan subsidi energi tidak segera ditangani di masa pemerintahan Jokowi, maka masalah ini akan menjadi beban berat bagi pemerintahan Prabowo.

Kategori :