WhatsApp dan OTT Lain Terancam Dibatasi ? Ini Penjelasan Lengkap Kemkomdigi

IST Menteri Komdigi Meutya Hafid, sumber foto @meutya_hafid--
BACAKORANCURUP.COM - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) mulai membuka diskusi terkait kemungkinan regulasi terhadap layanan Over-The-Top (OTT), seperti panggilan suara dan video melalui WhatsApp.
Langkah ini muncul dari kekhawatiran yang terus berkembang di kalangan operator telekomunikasi terkait beban besar pada jaringan yang diakibatkan oleh layanan OTT, tanpa kontribusi ekonomi yang sebanding dari platform-platform tersebut.
Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Denny Setiawan, menyampaikan bahwa wacana ini masih dalam tahap awal dan belum mencapai tahap perumusan kebijakan.
Menurutnya, Kemkomdigi tengah berupaya menyeimbangkan kebutuhan masyarakat akan akses komunikasi digital dengan keberlanjutan bisnis operator jaringan yang menopang infrastruktur komunikasi nasional.
“Ini masih sebatas diskusi awal. Tujuan utamanya adalah mencari jalan tengah agar layanan publik tetap tersedia, namun operator juga mendapatkan keadilan dalam hal kontribusi dari OTT yang menggunakan kapasitas jaringan dalam jumlah besar,” kata Denny dalam Selular Business Forum (SBF) di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
BACA JUGA:All New Honda Scoopy 150 Bocor! Tampil Lebih Sangar, Siap Tantang Fazzio dan Filano
BACA JUGA:Terlihat Sepele, Tapi 5 Kebiasaan Ini Bisa Hancurkan Masa Depan Finansial mu
Denny menambahkan bahwa masyarakat Indonesia sangat mengandalkan aplikasi seperti WhatsApp untuk berkomunikasi sehari-hari.
Namun, layanan panggilan suara dan video yang mengonsumsi bandwidth besar membuat operator harus menanggung biaya infrastruktur yang tinggi, sementara platform OTT menikmati keuntungan ekonomi tanpa harus ikut berinvestasi dalam jaringan.
“Selama ini operator yang membangun jaringan, melakukan ekspansi, dan menjaga kualitas koneksi. Tapi mereka tidak mendapat imbal balik yang proporsional dari layanan OTT yang lalu lintas datanya sangat besar,” jelas Denny.
Ia mencontohkan praktik beberapa negara di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi yang membatasi fitur panggilan suara dan video pada WhatsApp demi menjaga kestabilan ekosistem telekomunikasi. Di negara-negara tersebut, layanan OTT dibatasi hanya untuk pesan teks atau dialihkan ke aplikasi lokal yang mengikuti regulasi pemerintah.
Namun, Denny menegaskan bahwa Indonesia tidak serta-merta akan mengikuti pendekatan yang sama. Wacana yang sedang berkembang lebih mengarah pada penciptaan skema bisnis kolaboratif antara operator dan OTT agar tercipta ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan.
Ia juga menekankan bahwa belum ada pembahasan teknis soal jenis layanan apa yang akan diatur atau apakah akan ada biaya tambahan bagi pengguna.
“Masih jauh dari penetapan kebijakan. Pembahasannya sangat teknis dan kompleks. Tapi kami ingin semua pihak, baik masyarakat maupun pelaku industri diuntungkan,” ujarnya.