Tidak Ada Kajian Akademis Atas KRIS, Ini Penjelasan Komisi IX DPR RI
ist Ilustrasi KRIS.--
BACAKORANCURUP.COM - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago meminta pemerintah mengevaluasi lagi kelas rawat inap standar (KRIS) dievaluasi ulang dan ditunda penerapannya.
Menurutnya, kebijakan tersebut masih perlu dikaji lebih dalam dan belum sesuai dengan konstitusi.
Terlebih, ia mengaku pihaknya tidak dikomunikasikan terkait kajian akademis mengenai KRIS.
"Katanya sudah dibuat tapi tidak pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX, tiba-tiba mendengung-dengungkan KRIS di seluruh Indonesia," terang Irma pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.
Menurutnya, penerapan KRIS bisa berdampak pada daya tampung kamar rumah sakit yang semakin berkurang.
BACA JUGA:Jelang 137 Hari Pemerintahannya, Jokowi Minta Prabowo Bangun Rumah Sakit dan Kirim Nakes ke Gaza
Meski sebelumnya Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengeklaim bahwa hanya sedikit yang kehilangan tempat tidur akibat penyesuaian kriteria KRIS dengan maksimal 4 orang per kamar.
"Kita ini di daerah, kami punya dapil dan kami tahu persis apa yang terjadi di dapil kami. Kamar dengan 12 tempat tidur saja tidak tertampung. Banyak sekali masyarakat yang tidak bisa masuk rumah sakit perawatan rawat inap. Apalagi dari 12 menjadi 4 (tempat tidur)," cecarnya.
Ia pun mempertanyakan azas keadilan yang menjadi amanat konstitusi.
"Jadi jangan menggampangkan. Bukan lebih cepat lebih bagus, tapi tidak bagus ini," tandasnya.
"Harusnya yang dipikirkan pertama kali oleh pemerintah adalah bagaimana BPJS tidak rugi, tapi pelayanan prima," sarannya.
Ia lantas mengaitkan adanya pengecualian implementasi KRIS terhadap sejumlah rumah sakit, seperti perawatan rawat inap untuk pasien jiwa, bayi (perinatologi) dan perawatan yang memiliki fasilitas khusus azas gotong royong dari BPJS Kesehatan.
Politisi Partai Nasdem tersebut mengungkapkan lebih dari 30 persen peserta BPJS Kesehatan masih berstatus nonaktif atau terjadi penunggakan pembayaran.
"Lebih dari 30 persen iuran (peserta) BPJS nunggak. Pemerintah harus siap kalau mau membantu BPJS agar pelayanannya menjadi prima," ucapnya.