5. Kesulitan menerima masukan - 38 persen
6. Kurangnya pengalaman kerja yang relevan - 38 persen
7. Keterampilan pemecahan masalah yang buruk - 34 persen
8. Keterampilan teknis yang tidak memadai - 31 persen
9. Ketidakcocokan budaya - 31 persen
10. Kesulitan bekerja dalam tim - 30 persen
Pengakuan Karyawan Gen Z yang Dipecat
Gebsy (nama samaran), seorang Gen Z berusia 25 tahun dari Jakarta, adalah salah satu karyawan yang di-PHK oleh perusahaan teknologi tempat ia bekerja. Menurutnya, alasan pemecatan adalah ketidakcocokan dengan kebutuhan perusahaan, meskipun ia merasa telah memberikan usaha terbaik.
Menurut Gebsy, hubungan antara dirinya dengan atasan dari Generasi Baby Boomers dan Milenial kerap diwarnai ketidaksepahaman. Ia merasa diremehkan dan tidak diberi kebebasan kreativitas dalam desain. Selain itu, ia juga mengalami ketidakseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan (work-life balance) serta sering diberi tugas di luar tanggung jawab utama.
Alasan lain yang membuat Gebsy kehilangan motivasi adalah masalah gaji. Ia pernah meminta kenaikan gaji yang lebih layak mengingat penghasilannya jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta, yaitu Rp 3,7 juta.
Sebagai lulusan Desain Komunikasi Visual, ia merasa gaji yang ditawarkan terlalu rendah dan tidak sepadan dengan profesinya sebagai desainer grafis.
Pengalaman seperti ini mencerminkan tantangan yang sering dihadapi oleh karyawan Gen Z dalam menyesuaikan diri dengan dunia kerja, termasuk perbedaan ekspektasi dalam hal budaya, gaji, dan gaya kerja.