Machmud Algae, Oleh: Dahlan Iskan

Rabu 11 Sep 2024 - 21:16 WIB
Reporter : gale
Editor : radian

BACAKORANCURUP.COM - LEBIH 12 tahun tidak berjumpa anak muda ini kian sukses saja. Usaha kecilnya kini membesar berlipat-lipat. Waktu saya ke rumahnya dulu ia masih ikut orang tua. Usahanya masih di tingkat rintisan. Ia masih mahasiswa semester enam Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Di teknik kimia. 

Sambil kuliah ia terus menekuni usaha kecilnya. Jenis usahanya itu terlihat akan bisa menjadi besar. Kecil tapi jenis "blue ocean": Neo Algae. 

Namanya: Machmud Lutfi Huzain. Kini 34 tahun. Neo Algae-nya berkembang ke mana-mana. 

Laba usahanya sudah di atas Rp 10 miliar setahun. Machmud juga sudah punya anak dua. Hampir tiga. Tinggalnya masih di Sukoharjo, Solo. 

Machmud memang tipe anak muda yang tidak mudah menyerah. Ia begitu yakin akan rintisan usahanya. 

Ia minta pendapat saya. Saya datangi rumahnya. Lihat sendiri kolam algae-nya. Lalu berbincang panjang: menyelami gejolak keinginannya. 

Waktu itu kolam algae itu dibangun di halaman samping rumahnya. Kolam sederhana. Ia dapat benih algae dari dosen kimianya di Undip. Itu benih algae air payau. 

Di Sukoharjo airnya tawar. Machmud mendalami algae lebih dalam: agar benih algae air payau bisa dikembangkan di kolam air tawar. 

Berhasil. Justru itulah keunggulan algae yang dikembangkan Machmud. Algae-nya sangat bersih. Tidak mengandung logam berat. Terutama tidak terkontaminasi microcystin. 

Dari kolam sederhana yang saya lihat kala itu Machmud belajar banyak. Belajar dari kegagalan-kegagalannya. 

Misalnya bagaimana agar air kolam bisa terus berputar agar algae-nya tidak mati. Ia juga belajar dari gagal panennya. Awalnya untuk memanen algae itu Machmud menggunakan saringan kain blaco. Air kolam yang sudah padat algae diayak pakai kain. 

Airnya jatuh, algae-nya tertahan di kain. Ternyata banyak algae yang ikut terbuang bersama air. Dari situ Machmud mengganti saringan kain dengan membran dengan lubang-lubang 50 micron. 

Dua tahun lamanya usaha rintisan itu tidak memberikan hasil. Tepung algae yang dikeringkannya sulit diterima pasar. Harganya terlalu mahal. 

Setelah banyak belajar dari kesalahan lama Machmud membangun kolam baru. Di tempat lain. Di tanah tegal milik ayahnya. Luasnya 6000 m2. 

Machmud kian tahu: kualitas air sangat menentukan. Maka di lokasi baru itu ia membuat sumber air sendiri. Sumur bor. Dari dalam tanah yang dalam. 

Kategori :

Terkait

Jumat 22 Nov 2024 - 22:00 WIB

Datuk ITB, Oleh: Dahlan Iskan

Kamis 21 Nov 2024 - 22:09 WIB

Kokkang Ibunda, Oleh: Dahlan Iskan

Rabu 20 Nov 2024 - 20:51 WIB

Bergodo Kebogiro, Oleh: Dahlan Iskan

Selasa 19 Nov 2024 - 19:34 WIB

Critical Parah, Oleh: Dahlan Iskan

Minggu 17 Nov 2024 - 22:02 WIB

Medali Debat, Oleh: Dahlan Iskan