Sebab, ada pasar yang siap menerima koin-koin ini, seperti Jawa, Ceylon, dan Malabar. Seluruhnya merupakan wilayah yang ekonominya dikuasai Belanda," tulis Shimada. Doit sebenarnya bukan alat pembayaran pertama di Tanah Air.
Sebelumnya sudah ada koin-koin tembaga campuran timah bergaya China yang populer di masyarakat.
Namun, ketika VOC membawa koin doit yang dibuat dengan tembaga murni, maka terjadi pergeseran popularitas.
Barulah setelahnya, koin doit lebih sering digunakan masyarakat. Seiring waktu, koin doit tak hanya dibawa dari Belanda ke Jawa, melainkan sudah diproduksi sendiri oleh VOC menggunakan hak istimewa berupa mencetak uang sendiri.
Pada titik ini, koin doit lantas makin populer di kalangan penduduk Jawa. Apalagi saat VOC makin meluaskan pengaruhnya ke seluruh Tanah Air sepanjang tahun 1700-an.
Akibat penggunaan makin meluas, maka doit tanpa disadari menjadi kata ganti uang saat melakukan transaksi.
Dari sini doit yang kini berubah menjadi duit dipakai masyarakat sebagai sebutan alat transaksi pengganti uang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keduanya merupakan kata baku yang bisa digunakan.
KBBI mengartikan uang sebagai "alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu". Sementara duit diartikan KBBI sebagai "uang' alias alat pembayaran" dan "satuan mata uang tembaga zaman dahulu"