MBG Hadapi Persoalan Serius, Ini Langkah Komisi IX

ist Edy Wuryanto, anggota Komisi IX DPR RI.--

BACAKORANCURUP.COM - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Edy Wuryanto mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membentuk ekosistem Satuan Layanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terstruktur.

Hal itu dikarenakan belakangan ini program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi berbagai persoalan yang serius, mulai dari kasus keracunan makanan hingga mitra pelaksana yang belum dibayarkan.

Menurut Edy, sebelum memperluas jangkauan program MBG, BGN harusnya membangun ekosistem yang terstruktur dan dapat dipertanggungjawabkan terlebih dahulu.

“Di fase awal ini, prioritas BGN seharusnya adalah membentuk ekosistem SPPG yang solid. Seperti yang selama ini direncanakan, setiap SPPG ada struktur yang jelas seperti kepala unit, ahli gizi, dan pengelola keuangan,” ujarnya.  

BACA JUGA:Jokowi Hadiri Prosesi Pemakaman Paus Fransiskus

BACA JUGA:Menkeu Sri Mulyani Sumringah Daya Beli Tetap Kuat, Penerimaan Pajak Meningkat

Politisi asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menilai, pelibatan banyak mata rantai malah menambah risiko. Termasuk di antaranya adalah potensi ketidakteraturan pembayaran serta lemahnya pengawasan kebersihan makanan.  

Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kalibata, Jakarta. Di mana salah satu SPPG dilaporkan belum melakukan pembayaran pada mitranya.

“Komisi IX DPR RI menolak penggunaan model katering. Proses memasak harus dilakukan langsung oleh SPPG agar pengawasan kualitas dan keamanan makanan bisa berjalan efektif,” tambahnya.

Selanjutnya, ia menuntut BGN yang menjadi penanggung jawab utama program MBG untuk segera menerbitkan petunjuk teknis (juknis) serta Standar Pelayanan Minimal (SPM).  

Sebab menurutnya, ketiadaan dua dokumen tersebut (juknis dan SPM) dapat menyebabkan ketidakteraturan dalam pelaksanaan program MBG di lapangan.

“Juknis dan SPM harus dijadikan acuan bersama oleh seluruh SPPG agar tidak terjadi interpretasi yang berbeda-beda dalam pelaksanaan,” katanya.

Dua dokumen tersebut, lanjutnya, juga penting untuk memastikan masyarakat dapat melakukan pengawasan secara mandiri.

Mengenai kasus keracunan MBG, ia menyebut hal itu sebagai bukti belum diterapkannya standar keamanan pangan secara menyeluruh.  Oleh karena itu, menurutnya, BGN harus mengatur mekanisme pengawasan proses dapur, termasuk melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Kesehatan, serta para ahli gizi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan