Trance Berdarah, Oleh: Dahlan Iskan

Dahlan Iskan--

Tidak ada yang mengira lokasi itu tidak aman. Memang letaknya hanya sekitar 5 km dari perbatasan Israel-Gaza, tapi selama ini tidak ada masalah keamanan di situ. 

Malam itu bertepatan dengan hari Sabat. Hari Sabtu yang bagi orang Yahudi dianggap sebagai hari ibadah. Penggemar psychedelic trance justru mengadakan festival. 

Sayang acara kurang lancar. Malam itu ada gangguan di pengeras suara. Festival musik itu pun tidak segera dimulai. Mestinya pukul 00.00 sudah dimulai. Tertunda lebih dua jam. 

Menjelang pukul 04.00 barulah suara musik elektronik khas psychedelic trance berbunyi. Pengunjung mulai ramai-ramai menggerakkan badan mengikuti irama musik. 

Anda sudah tahu: musik psychedelic trance tanpa penyanyi. Lagunya adalah musik itu sendiri. 

Para penggemar umumnya meliukkan seluruh badan dengan mata terpejam. Mereka menginternalisasi musik ke dalam jiwa. Menyatu. Melupakan apa pun yang ada di dunia. 

Dengarkan sendirilah lagu-lagunya. Cobalah menyatukan jiwa dengan lagu itu. Mungkin Anda bisa terhanyut ke mana-mana. 

Maka ketika pukul 05.00 ada suara sirine yang mengudara tidak ada yang curiga. Bahkan ada yang mengira itu bagian dari festival. Pun ketika suara tembakan dan mortir meletus di mana-mana masih juga belum ada yang curiga. Padahal itu adalah serangan mendadak dari pasukan Hamas. Mereka berhasil menerobos perbatasan yang dijaga ketat oleh Israel. Sebagian mengendarai paralayang bermotor. 

Jadilah subuh tanggal 7 Oktober lalu itu pesta musik psychedelic trance berubah jadi medan perang. Lebih 1000 orang tewas. Banyak tentara Israel ditangkap. Dibawa ke Gaza. Sampai sekarang belum berhasil dibebaskan. 

Maka hari itu tercatat: festival musik paling berdarah dalam sejarah.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan