Ramadhan Momentum Paling Tepat Untuk Berbenah Diri
Oleh : Ust. Hernedi Ma’ruf, SQ., S.Ag.,M.Pd.I--
Curupekspress.bacakoran.co - Bulan Ramadhan merupakan salah satu bulan dari dua belas bulan yang telah Allah tetapkan (lihat Q.S. at-Taubah {9} ayat 36).
Dalam bulan ramadhan ada satu perintah yang secara mutlak wajib dijalankan oleh hamba-hamba-Nya yang muslim sekaligus beriman yakni Puasa dalam beberapa hari yang telah ditentukan, hal ini sejalan dengan firman Allah sebagaimana yang termaktub dalam Q.S. al-Baqarah {2} ayat 183 dan awal ayat 184, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu”.
Puasa ramadhan adalah bulan pelebur segala dosa, sesuai dengan istilah dari kata “ramadhan” itu sendiri yang bermakna “pembakaran seluruh dosa-dosa yang telah diperbuat oleh umat manusia (termasuk hamba-hamba Allah yang beriman sekalipun), karena hal ini sesuai dengan bunyi hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya : “barang siapa yang berpuasa dibulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap keridhaan Allah swt, niscaya akan Allah ampunkan segala dosa-dosanya yang telah berlalu”.
Adapun yang dimaksud akan Allah ampunkan segala dosa-dosanya yang telah berlalu adalah segala dosa-dosa kecil yang pernah diperbuat, sementara jika pernah melakukan dosa-dosa besar maka dituntunkan untuk segera bertaubat sebelumnya. Demikian kesepakatan ulama hadits dalam memberikan penekanan pada penjelasan isi hadits tersebut.
Semua kita pasti sudah mafhum bahwa sejatinya qadrat manusia tercipta ke permukaan bumi Allah ini adalah dengan dibekali dua potensi diri yang sudah tertanam dalam setiap diri manusia, siapapun dia, yakni sifat “Fujur” (buruk) dan “Taqwa” (baik).
Hal ini sebagaimana yang telah Allah nyatakan secara tegas dalam Q.S. Asy-Syams {91} ayat 8-10, yang artinya : “lalu Kami hunjamkan (tancapkan) ke dalam diri manusia itu dua potensi yaitu sifat “Fujur” (buruk) dan “taqwa” (baik), sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan dirinya, dan sungguh amat merugi orang-orang yang mengotori dirinya”.
Kecenderungan kelompok pertama inilah yang disebut “pendosa”, yang sering melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah sejak dari zaman nabi Adam As dahulu sampailah sekarang dan bahkan pada masa-masa mendatang, pelanggaran-pelanggaran dan perbuatan dosa tersebut akan terus dilakukan.
Mengapa hal ini selalu terjadi..? sebagai jawabannya adalah bahwa, manusia tercipta dari dua unsur yaitu “khatha’” yang artinya suka berbuat salah, dan “nisyaan” yang artinya suka pelupa”, dua alasan inilah yang menjadi dasar dan kecenderungan manusia untuk melakukan kesalahan-kesalahan dan dosa, selain itu tentunya manusia juga telah difasilitasi Allah dengan tiga komponen yang permanen yaitu diberi hati, akal dan hawa nafsu yang senatiasa saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Ketika kecenderungan manusia selalu ingin melakukan perbuatan-perbuatan dosa tanpa menghiraukan dampak sesudahnya, maka sesungguhnya diri mereka sudah dikendalikan dan didominasi oleh sifat dan perilaku fujurnya (buruk), sebagai contoh misalnya sering kita temukan di tengah-tengah masyarakat ada kelompok orang yang “hobby atau doyan” untuk berbuat ma’siat, kemunkaran kepada Allah dan senantiasa zhalim kepada sesama manusia, suka mengkonsumsi narkoba atau sejenisnya, minum-minuman keras (khamar), berjudi, merampok, maling atau korupsi istilah krennya, bahkan ada yang lebih fatal lagi dalam pandangan Agama adalah adanya manusia yang suka “mengubah” kodrat dan jati dirinya, seorang laki-laki gagah dan ganteng tiba-tiba menjadi seorang wanita yang cantik pada saat-saat tertentu, padahal aslinya dia adalah seorang laki-laki tulen atau dalam bahasa lainnya adalah “Waria/Bencong atau lebih tepat lagi Manusia Jadi-jadian”, begitu juga sebaliknya ada seorang wanita cantik berperawakan seperti laki-laki ganteng padahal aslinya dia adalah seorang perempuan tulen atau dalam bahasa lainnya disebut “Tomboy”.
Pada akhirnya muncul penyakit sosial yang “tumbuh” ditengah-tengah masyarakat dimana kecenderungan mereka suka melakukan perbuatan ma’siat yaitu berupa “homo seksual” antar sejenis sama-sama lelaki dan “Lesbian” antar sejenis sama-sama perempuan. Terkhusus perilaku Lesbian ini sudah banyak al-faqir temukan dalam tiga tahun belakang ini, khawatir kita nanti ke depannya akan “menjamurlah” kelompok-kelompok LGBT yang tentunya akan merongrong dan merusak tatanan kehidupan generasi muda Islam dan anak cucu keturunan kita. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
Demikian gambaran secara umum dampak jika sifat dan perilaku buruk yang senantiasa bersemayam dan mendominasi dalam diri manusia. Akan tetapi hal ini bisa lenyap dalam setiap diri hamba-hamba Allah ketika masuk dan bersemayam dalam dirinya sifat dan perilaku taqwa (baik).
Sebab dalam beberapa riwayat menjelaskan bahwa, Allah sengaja membuat skenario ini yaitu dengan cara Allah lebih mendahulukan kata “fujur” baru kemudian “taqwa”, argumentasinya apa, ketika seorang hamba Allah sempat melakukan pelanggaran terhadap hukum Allah walau sebanyak buih dalam lautan, sebelum ajal menjemput maka masih ada peluang baginya untuk berbenah diri melalui taubat dengan sebenar-benarnya kepada Allah, lalu kemudian masuklah sifat taqwa ke dalam dirinya, yang pada akhirnya akan mengubah pola kehidupannya kepada yang lebih baik dan bermartabat.
Karena itu jangan kaget ketika ada di tengah-tengah masyarakat bahwa seorang koruptor, penjahat, penarkoba, penjudi, pelacur dan sebagainya, akhirnya berubah menjadi orang yang sangat taat, shaleh dan ahli ibadah, bahkan sampai-sampai mengalahkan seorang ulama atau ustadz dalam ketaatannya kepada Allah, sehingga muncullah istilah di tengah-tengah masyarakat ada “mantan penjahat, mantan penjudi tobat dan taat”, ini jauh lebih baik daripada ada “mantan ustadz yang kumat dalam ma’siat”, Na’uudzu billaah.
Hal ini disebabkan apa, karena bisa jadi sifat taqwa yang ada dalam dirinya sudah benar-benar menguasai dan mendominasi dalam dirinya sampai akhir hayat ketika sang ajal menjemputnya, dia sudah berada dalam jalan kebaikan dan ketaqwaan kepada Rabb-Nya.