Karyawan Polo Ralph Lauren Indonesia Minta Jokowi Turun Tangan, Terkait Perkara Sengketa Merek
ist Raratusan karyawan PT Polo Ralph Lauren Indonesia terancam PHK lantaran perkara sengketa merek hingga meminta Jokowi Turun Tangan.--
Menurut Janli, hakim harus mempelajari dengan jelas putusan bertentangan tersebut dan marwah MA harus dikembalikan dalam perkara sengketa merek polo by ralph lauren karena sangat jelas Mohindar HB hanya dengan bukti fotokopi dan mereknya Ralph Lauren tidak ada kata polo dan by, yang menurut putusan nomor 140 tahun 1995 sudah dihapus.
"Kalau hakim rahmi mulyati tidak diganti dalam perkara merek PK nomor 15 maka kita akan terus-terusan, kita akan turun. Sampai tuntutan kami dipenuhi, dan hakim mengadili perkara sengketa merek PK nomor 15 dan nomor 10 dengan fakta-fakta hukum yang ada yaitu adanya putusan yang bertentangan ," tuturnya.
"Karena jelas MHB tidak memiliki legal standing, MHB tidak memiliki merek Polo by Ralph Lauren, tapi kenapa diputus di PK oleh Hakim Rahmi dan Hakim Agung memiliki Polo by Ralph Lauren," imbuh Janli.
Sementara itu, tim Advokasi Putra Hendra menyebut para karyawan yang berunjuk rasa juga meminta Badan Pengawas MA, Komisi Yudisial hingga KPK, memeriksa tiga hakim yang telah memutus PK PT Polo Ralph Lauren Indonesia Nomor 9 PK/Pdt.Sus-HKI/2024.
Janli mengaku tak mengetahui kapan sidang PK digelar. Namun yang pasti, pihaknya akan terus menggelar aksi sampai Hakim Rahmi diganti. Jika tidak, mereka akan terus berdemonstrasi. Sebab hal ini berkaitan dengan nasib karyawan dan keluarganya.
"Nah kita tidak tahu sidang PK-nya kapan, karena PK kan sidangnya tertutup. Karena tidak tahu kita terus turun ke jalan mengawal perkara ini agar hakim tidak salah dalam memutus, Karena kita tidak percaya hukum Indonesia saat ini, karena kita tidak mau seperti yang sudah-sudah," tutur Janli.
"Kita akan aksi lebih besar lagi. Kita akan menghantui, kalau bisa kita tidur di depan Mahkamah Agung. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak," sambungnya.
Putusan yang memenangkan MHB tersebut dinilai bertentangan dengan dua putusan lain yakni putusan nomor 140/pdt.g/1995/PN.jkt.pst dan putusan MA nomor 3101 K/pdt/1999.
"Ketua KPK juga harus turun mengusut putusan ini," ucapnya, didampingi perwakilan kuasa hukum dari LQ Indonesia Law Firm dan Quetient TV, Putra Hendra Giri.