Mazhab M&Q, Oleh: Dahlan Iskan

Dahlan Iskan--

Saya pun minta izin menantu KH Mustofa Bisri itu untuk mengutip tulisannya soal dua mazhab tersebut. Silakan baca berikut di bawah ini.(Dahlan Iskan)  

"Belakangan ini percakapan di medsos kita didominasi oleh isu mundurnya Ketua Umum Gokar Airlangga Hartarto. 

Percakapan ini makin “panas” dan seru gara-gara seloroh Mr Q alias Muhammad Qatari tentang pohon besar dan tukang kayu. 

Saya mengikuti percakapan ini dengan penuh minat. Saya menganggap prahara Golkar ini bukan saja menarik dipercakapkan. Ia jg menarik karena menandai dua mazhab dalam melihat politik Indonesia pasca-kemenangan Prabowo. Inilah observasi saya terhadap percakapan ini. Anda boleh setuju atau tidak dengan observasi ini; monggo saja. 

1. Sentimen netizen terhadap “prahara” Golkar ini, terutama di platform X, cenderung negatif dan mencurigai Jokowi melakukan intervensi ke dalam Golkar. Netizen juga melihat ada upaya dari koalisi partai pemenang (KIM Plus) untuk ”menjegal” Anies Baswedan. Kesimpulan saya: di platform X  suara yg anti pemerintah dan ”pro-Anies” lebih dominan. 

Saya tidak tahu bagaimana ”tone” di platform yang lain, misalnya FB, IG, atau Tiktok. Saya tidak terlalu memperhatikan percakapan di platform-platform tersebut. 

2. Ada dua mazhab politik dalam melihat prahara Golkar saat ini secara khusus dan politik Indonesia secara umum. Saya ingin menamai dua mazhab ini dengan dua nama pengamat politik yang suaranya menonjol dalam beberapa tahun terakhir ini. Pertama adalah Mazhab Saiful Mujani  dan kedua Mazhab Muhammad Qodari. 

Dua mazhab ini, menurut saya, sama-sama valid. Keduanya memperkaya cara kita melihat politik di negeri ini. Tentu saja saya memiliki preferensi sendiri yang nanti akan menjadi jelas di ujung catatan ini. 

3. Mazhab Saiful Mujani melihat dinamik politik Indonesia pasca Pemilu 2024 dalam dua kerangka. Keduanya sering dipakai oleh para Indonesianis dari Barat (terutama Amerika dan Australia) pada umumnya: yaitu (a) kerangka ”kemunduran demokrasi” (democratic backsliding/regression) dan (b) terjadinya kartelisasi dalam politik kita. Inti Mazhab Saiful Mujani adalah: demokrasi Indonesia rusak atau dalam proses menuju rusak karena hilangnya kompetisi gara-gara kartelisasi. 

Politik kartel biasanya ditandai dengan kesepakatan antara partai-partai politik untuk mengatur pembagian kekuasaan begitu rupa sehingga semua pihak dapat bagian. Istilahnya: SEMUA SENANG. Tidak ada lagi oposisi. 

Menurut mazhab ini, gejala kartelisasi politik seperti ini tidak sehat; merusak demokrasi. Sebab inti demokrasi adalah check-and-balance yang memungkinkan adanya kontrol. Kartelisasi menghilangkan atau minimal melemahkan ini. 

4. Mazhab Qodari memiliki cara pandang yang beda. Bagi mazhab ini, demokrasi bukan satu-satunya isu yang terpenting di negeri ini. 

Mungkin kita bisa mengatakan, bagi mazhab ini demokrasi hanyalah ”wasilah” atau instrumen saja --seperti dulu pernah dikemukakan oleh Jusuf Kalla. Demokrasi hanya cara saja untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu mencapai kemajuan Indonesia, terutama dalam bidang pembangunan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. 

Dalam pandangan mazhab ini, pertanyaan yang urgen adalah bagaimana kestabilan politik (”political order” dalam istilah lama Samuel Huntington dan akhir-akhir ini dipopulerkan kembali oleh Francis Fukuyama) bisa dicapai di tengah-tengah  sistem multi partai seperti dianut di Indonesia. 

Dalam mazhab Qodari ada kegundahan seperti ini: Apa gunanya demokrasi berjalan ”normal” seperti diinginkan oleh para Indonesianis asing itu jika pemerintahan tidak efektif, dan rencana pembangunan diganggu terus oleh partai-partai yang banyak ”mau”-nya itu. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan