Wulan Malam, Oleh: Dahlan Iskan

Ist Dahlan Iskan.--

Alung minta Wulan diangkat ke sepeda motor. Si teman mencopot jaketnya untuk dikerukupkan ke Wulan. Motor pun siap di depan pintu cottage. Alung-lah yang memegang kemudi. Wulan didudukkan di tengah. Si teman di belakang, sambil merangkul Wulan.

Di pos penjagaan mereka dihadang. ''Lagi mabuk,'' jawab Alung. Mereka pun lolos.

Mula-mula Alung mengarahkan motor ke rumah orang tua Wulan. Sampai di mulut gang, motor berhenti. Alung ragu. Lalu mengalihkan arah ke tempat lain: 6 km dari Nirmala.

Di situ ada satu barisan ruko. Kalau siang ruko itu sebagian buka untuk usaha. Salah satunya bakso. Sebagian ruko lagi masih kosong.

Alung rupanya mengenal baik ruko itu. Alung adalah bagian keamanan di ruko tersebut. Sekalian, kalau siang, jadi tukang  parkir.

Ia dapat gaji sebagai satpam juga dapat penghasilan sebagai tukang parkir. Ia punya uang untuk bayar kamar hotel sekitar Rp 400.000/malam.

Sebagai penjaga, Alung membawa kunci salah satu ruko di situ. Pintu ruko pun dibuka. Wulan digotong naik ke lantai dua: dibaringkan di atas meja. Ditinggalkan begitu saja.

Siangnya Alung memberi tahu orang tuanya sendiri bahwa Wulan meninggal dunia. Kecelakaan. Mayatnya ia taruh di ruko.

Sang ayah lantas minta agar Alung memberitahukannya ke orang tua Wulan. Diantarlah Alung ke rumah Wulan.

Alung tahu rumah itu. Sudah 11 bulan sering ke situ. Bahkan hubungannya dengan Wulan sudah direstui. Alung sudah dianggap anak sendiri.

Waktu Alung ditahan, ayah Wulan sering menjenguk ke tahanan. Sambil membawakan makanan dan rokok.

Bahkan, sebagai penguasa ruko, Alung sering minta agar ayah Wulan menggantikan dirinya: menjadi tukang parkir di halaman ruko itu.

Setiba di rumah Wulan, Alun menangis. Ia mengatakan Wulan sudah meninggal: karena kecelakaan lalu-lintas. Mayatnya di ruko. Mereka pun ke ruko yang sudah mereka kenal.

Melihat kondisi Wulan sang ayah berkesimpulan: bukan karena kecelakaan. Ia pun lapor polisi. Alung ditahan.

Selesai.

Tag
Share