Enam Tusuk Sate, Simbol Sejarah Kolonial yang Mengukuhkan Identitas Gedung Sate

BACAKORANCURUP.COM - Gedung Sate, yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat adalah salah satu bangunan bersejarah paling terkenal di Indonesia.

Dinamakan Gedung Sate demikian karena memiliki ciri khas enam ornamen tusuk sate yang terletak di atas menara sentral.

Enam tusuk sate tersebut melambangkan enam juta Gulden yang merupakan dana yang digunakan untuk membangun gedung ini pada waktu itu.

Mengutip dari Wikipedia.com, Pembangunan Gedung Sate dimulai pada 27 Juli 1920 di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

BACA JUGA:Sejarah Tugu Yogyakarta, Dari Monumen Kolonial Hingga Simbol Kebebasan

BACA JUGA:Dari Ritual hingga Pesta Rakyat, Inilah Jejak Sejarah Dol di Tanah Bengkulu !

Bangunan ini awalnya dikenal sebagai Gouvernements Bedrijven dan dirancang oleh arsitek Belanda J. Gerber bersama timnya dari firma arsitektur Ed.

Cuypers en Hulswit. Mereka menggabungkan gaya arsitektur klasik Eropa dengan sentuhan lokal Indonesia menjadikannya sebagai contoh indah dari arsitektur Indo-Eropa.

Gedung Sate merupakan bagian dari rencana besar pemerintah kolonial untuk memindahkan ibu kota administratif Hindia Belanda dari Batavia (Jakarta) ke Bandung. Namun, rencana ini tak pernah terealisasi karena situasi politik global khususnya Perang Dunia II.

Arsitektur Gedung Sate mencerminkan perpaduan antara unsur barat dan timur.

Pilar-pilar megah serta detail ornamen di fasad bangunan menunjukkan pengaruh arsitektur Renaisans Eropa, sementara atapnya yang berundak menyerupai pagoda memberikan nuansa arsitektur tradisional Nusantara, khususnya Jawa.

Keindahan desain ini menjadikan Gedung Sate sebagai salah satu bangunan paling fotogenik di Bandung.

Pada awalnya, Gedung Sate dirancang untuk menjadi pusat administrasi pemerintahan Hindia Belanda, terutama untuk urusan terkait perkebunan teh yang saat itu menjadi komoditas ekspor utama.

Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, fungsi gedung ini berubah.