Presidential Threshold Dihapus Jadi Angin Segar?, Golkar Menunggu Dampaknya Seperti Apa

ist Ilustrasi tulisan Dahlan Iskan terkait sengketa pilkada di MK.--

BACAKORANCURUP.COM- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus presidential threshold (PT) memunculkan beragam reaksi di dunia politik Indonesia. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menganggap keputusan ini sebagai angin segar yang dapat mencegah terbentuknya koalisi besar dan gemuk dalam Pemilu mendatang. PKS berharap, dengan adanya penghapusan PT, akan membuka peluang bagi partai-partai kecil untuk berkoalisi dan memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pemerintahan.

Namun, sikap berbeda muncul dari Partai Golkar. Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono, menilai bahwa dampak dari keputusan MK ini masih terlalu dini untuk dinilai.

"Banyak yang menyatakan hal berbeda-beda mengenai dampak dari putusan MK, akan tetapi masih terlalu jauh untuk memberikan penilaian yang tepat," ujarnya saat dikonfirmasi Disway.id, Minggu 5 Januari 2024.

Menurutnya, setelah DPR kembali bersidang dan melakukan revisi terhadap UU Pemilu, barulah pandangan lebih jelas dapat dibentuk mengenai bagaimana dampaknya bagi politik Indonesia ke depan.

"Mungkin setelah DPR kembali bersidang dan melakukan revisi akan UU Pemilu, baru bisa kita merangkai pandangan nanti akan seperti apa," tegasnya.

Sebelumnya, Dalam persidangan yang digelar pada Kamis 2 Januari 2025, MK hapuskan presidential threshold 20 persen. Putusan penghapusan ambang batas capres 20 persen tersebut akan mulai berlaku untuk Pilpres 2029 mendatang.

BACA JUGA:HP Lambat karena Cache, Begini Cara Menghapusnya pada HP Oppo!

BACA JUGA:Tim Basket Asal Rejang Lebong Perkasa di Kejurprov

Suhartoyo selaku Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Selain itu juga menyatakan norma Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan Umum (Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Kembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Adapun putusan ketiga adalah memerintahkan pembuatan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Adapun Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 berisikan pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.

Dengan peraturan ini, membuat seorang Calon Presiden harus mendapatkan dukungan sekurang-kurangnya 20 persen dari dari jumlah kursi DPR pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya. Presidential threshold ini sempat menjadi ramai saat Pilpres 2024 lalu, di mana beberapa Calon Presiden yang akan maju dalam pemilihan terkendala dengan dukungan DPR.

Tag
Share