Jaksa Terdakwa, Oleh: Dahlan Iskan
Dahlan Iskan--
Kamala dapat angin segar. Dia pojokkan Trump dengan fakta bahwa ia pernah membangun apartemen dengan ketentuan orang kulit hitam tidak boleh membeli.
Debat ini terlalu serius. Tidak ada selingan humornya sama sekali.
Seserius Prabowo Subianto masih bisa berjoget gemoy. Juga melahirkan istilah omon-omon. Pun celetukan viral "Mas Aniiiiiies....Mas Anies".
Ketika Trump menyerang Presiden Joe Biden berkepanjangan sebenarnya Kamala bisa menanggapinya dengan humor saja. Misalnya: "Yang you hadapi ini Kamala. Bukan Biden". Tapi Kamala pilih jawaban serius.
"Dia lebih buruk daripada Biden," ujar Trump.
"Ia tidak memenuhi syarat jadi presiden," ujar Kamala.
Ketika Kamala menyebut banyak pejabat penting di masa Trump kini mendukung dirinyi, Trump dengan enteng meremehkan mereka.
"Mereka adalah orang-orang yang saya pecat," ujar Trump. Itulah pemimpin yang tegas. Kalau kurang baik harus dipecat. "Jangan seperti Biden. Inflasi sampai gila-gilaan tidak ada yang dipecat," katanya.
Begitu sering Trump menyerang Biden, akhirnya Kamala bilang: "Saya bukan Biden. Saya juga bukan Trump. Saya adalah tipe pemimpin baru Amerika yang diperlukan saat ini dan masa depan."
Kayaknya tidak ada yang menang dari debat ini. Setidaknya Kamala –tidak seperti Biden– bisa mengimbangi Trump yang sangat brutal. Kamala menggigit balik setiap digigit. Bahkan kadang dia yang menggigit lebih dulu.
Kadang Kamala seperti menempatkan diri sebagai seorang jaksa di pengadilan, dengan Trump sebagai terdakwanya –terdakwa yang ngotot tidak bersalah dan terdakwa yang menyalah-nyalahkan jaksa sekaligus hakimnya