Desa Air Petai: Harmoni dalam Keberagaman yang Menjadi Inspirasi Toleransi

Ilustrasi Net--

(Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu Angkatan 15)

 

BACAKORANCURUP.COM - Menyatukan Berbagai Budaya dan Agama dengan Semangat Bhinneka Tunggal Ika

Desa Air Petai di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, adalah bukti nyata dari harmonisasi di tengah keberagaman. Dihuni oleh masyarakat dari berbagai suku—Bali, Jawa, Batak, dan Serawai—desa ini telah berhasil membangun kehidupan yang rukun dan damai meski diwarnai perbedaan budaya dan agama.

Semangat gotong royong dan musyawarah untuk mufakat yang menjadi tradisi turun-temurun di desa ini menjadikan perbedaan sebagai kekuatan dalam menciptakan kedamaian. Sebagaimana dinyatakan oleh Effendi dan Abdullah (2020), nilai-nilai tradisi lokal seperti gotong royong dan musyawarah memainkan peran kunci dalam menjaga kohesi sosial di masyarakat majemuk.

Kehidupan Beragama yang Saling Mendukung

Setiap warga Desa Air Petai bebas menjalankan keyakinannya, dengan dukungan penuh dari masyarakat lintas agama. Ketika umat Hindu mengadakan ritual ngaben, misalnya, tokoh-tokoh agama Muslim turut hadir dan menganjurkan umat Islam untuk menghargai acara tersebut sebagai bentuk penghormatan. Begitu pula saat hari raya Idul Fitri, umat Hindu dan Nasrani ikut menjaga ketertiban jalannya perayaan.

Kegiatan lintas agama ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Air Petai bukan hanya merayakan keberagaman tetapi juga memahami makna di balik ritual agama satu sama lain. Santoso (2021) menunjukkan bahwa partisipasi lintas agama dalam acara keagamaan dapat mengurangi konflik dan meningkatkan rasa saling menghormati di masyarakat pedesaan.

 

Simbol-Simbol Agama yang Dihormati Bersama

Simbol-simbol agama di Desa Air Petai, seperti masjid, gereja, dan pura, tersebar di setiap dusun dan dihormati oleh seluruh warga desa. Ketika ada perayaan ogoh-ogoh menjelang Nyepi, seluruh warga turut terlibat tanpa memandang agama, sebagai wujud dari kebersamaan.

Di desa ini, simbol-simbol agama dan budaya tidak hanya menjadi identitas, tetapi juga menjadi penghubung yang memperkuat ikatan sosial. Seperti dinyatakan oleh Wulandari & Putra (2019), kehadiran simbol-simbol agama di ruang publik dapat menjadi jembatan sosial ketika warga memiliki sikap saling menghormati.

Tag
Share